Kamis 04 Oct 2018 05:01 WIB

Markonah, Ponari, Ratna Sarumpaet: Mati Ketawa Ala Indonesia

Kisah histeria masa dan kebohongan sepanjang zaman dan rezim.

Komedian legendaris Charlie Chaplin
Foto:
Ponari dan batu yang dianggap bertuah.

Kemudian bagaimana kasus yang menghebohkan keseharian sosok rakyat biasa? Jawabnya ada pada kasus dukun anak ajaib asal Jawa Timur, Ponari. Entah karena apa tiba-tiba anak kecil ini menjadi dukun sakti yang mampu mengobati segala penyakit gara-gara menemukan batu bertuah.

Sama dengan kasus lainnya, kasus Ponari menjadi perhatian publik. Masyarakat berduyun mencari pertolongan kepada Ponari dengan cara meminum air bekas rendaman batu ajaibnya. Ponari jadi anak yang tersohor dan kaya raya. Ribuan orang antre di depan rumahnya. Kampungnya yang sehari-hari sepi menjadi hiruk pikuk. Suasana berubah persis ada pasar malam. Para tetangga memanfaatkan rejeki baru dengan buka titipan kendaraan sampai penginapan dadakan.

Namun, fenoma ini tak berlangsung lama. Entah mengapa kemudian menyusut dan tak berapa lama antusias orang untuk meminum rendaman batu ajaibnya menghilang. Berapa tahun kemudian Ponari menjadi bocah biasa yang ingin jadi polisi. Namun beberapa bulan silam, ada media massa yang melaporkan masih saja ada orang yang datang ke Ponari untuk berobat. Republika edisi Sabtu, 21 Februari 2009 menulis kasus Ponari sebagai berikut:

Ikatan Dokter 'Menantang' Dukun Cilik Ponari

Pesona dukun cilik bernama Ponari begitu fenomenal dalam sebulan terakhir ini. Rumah sakit dan ruang praktik dokter pun kekurangan pasien karena banyak tersedot oleh publikasi tentang 'kesaktian' Ponari yang diperoleh dari mimpi dan 'batu ajaib'.

Penasaran terhadap itu, pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berniat mengundang Ponari. Dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, ini akan diminta memberikan testimoni tentang kemampuannya dalam mengobati pasien. ''Alangkah baiknya kalau Ponari kami undang ke rumah sakit untuk memberikan testimoni,'' kata Ketua IDI Jombang, dr Pudji Umbaran, Jumat (20/2).

Selain testimoni, Ponari akan 'diuji' mengobati sejumlah pasien yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang. ''Kalau keluarganya bersedia, nanti kami minta Ponari melakukan pengobatan pada pasien. Tentu, pasien yang kondisinya tidak parah dan tidak sedang membutuhkan obat-obatan sehingga kami bisa mengujinya, apakah metode Ponari itu bisa dipertanggungjawabkan secara medis atau tidak,'' katanya.

Dia menilai, metode pengobatan yang dilakukan oleh bocah berusia sembilan tahun itu hanya memberikan efek sugesti atau dalam istilah medisnya disebut placebo. ''Efek sugesti ini hanya memberi rasa nyaman pada penderita yang bersifat sementara, tapi tidak menghilangkan penyakit seorang penderita,'' kata kasubid Pelayanan Medik RSUD Jombang itu. Menurut Pudji, pekan pertama, Ponari muncul sebagai sosok fenomenal. Jumlah pasien yang berkunjung ke dokter di Jombang pun mengalami penurunan antara 20 hingga 30 persen.

''Tapi, tiga pekan sesudahnya, pasien yang melakukan rawat jalan pada dokter sudah kembali normal. Bahkan, tidak jarang, pasien dokter yang ternyata pernah melakukan pengobatan pada Ponari, penyakitnya belum sembuh,'' kata Pudji.

Sementara itu, setelah mendapatkan ancaman tidak naik kelas dari pihak sekolah, mulai Jumat pagi kemarin Ponari kembali masuk kelas. Namun, kembalinya Ponari ke bangku kelas III SD Negeri Balongsari 1 itu lain dari biasanya. Sejumlah saudara dan tetangga turut mengantarkannya hingga ke dalam ruang kelas sehingga pengawalan terhadap Ponari terkesan berlebihan.

Sebelumnya, Suparlik, wali kelas III SD Negeri Balongsari 1, mengingatkan Ponari untuk kembali bersekolah karena bulan depan akan ada ujian. Hampir sebulan Ponari membolos karena setiap hari disibukkan dengan memberikan layanan pengobatan terhadap ribuan masyarakat. Mereka datang dari berbagai pelosok Tanah Air ke rumah Ponari yang berdinding anyaman bambu (bilik) di Dusun Kedungsari. 

Sesudah itu ada kasus Dimas Kanjeng yang katanya mampu menggandakan uang. Saking hebatnya ada politisi senior asal Sulewsi Selatan yang bergelar doktor sampai begitu percaya bahwa Dimas Kanjeng memang orang sakti. Katanya, dia punya kekuatan supranatural dan ini pun masuk akal sesuai dengan teori ilmiah baru. Masyakat biasa dari berbagai daerah ikut terkesima dan banyak yang bermukim di dekat rumah Dimas Kanjeng karena menunggu tuah pelipatan uang yang diberikan kepadanya untuk digandakan.

Namun, kenyataan kemudian bicara lain. Setelah diributkan karena dibincangkan dalam talks show di sebuah stasiun televisi, sosok Dimas Kanjeng malah dibekuk polisi. Tuduhan kepadanya karena ada kasus penipuan dan bahkan kemudian ada dugaan kasus pidana lainnya. Kepandaian menggandakan uang ternyata hanya trik saja. Ya mirip main sulapan biasa.

Beberapa waktu lalu, di zaman Presiden Jokowi, juga sempat terjadi lucuan. Ini terkait sebaran komentar di media sosial oleh seorang bocah/remaja kecil asal Jawa Timur, Afi Nihaya  Tulisannya keren mengesankan dia sosok genius. Dia dia panggil ke Istana Negara untuk berjumpa dan selfie bersama presiden. Namanya kala itu melangit sampai 'sundul tingkat tujuh.'

Sialnya kemudian publik di media sosial juga mengungkap tulisan Nihaya jiplakan, Kini ganti nama bocah melorot terbanting habis. Seorang psikolog dan aktvis perlindungan anak, Seto Mulyadi, sempat menyatakan agar sikap bocah ini kaji. Hebatnya lagi kala itu ada partai yang sebelumnya sempat mengusulkan Nihaya jadi duta Pancasila.

Republika.co.id edisi Ahad 09 Jul 2017, pukul 20:35 WIB mengunggah berita begini:

Ini Saran Kak Seto untuk Afi Nihaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Anak Seto Mulyadi mengatakan publik, khususnya warganet, tidak perlu lagi mempermasalahkan curahan hati Afi Nifaya Faradisa melalui video live Facebook. Namun, dia menyatakan perlu ada pendekatan psikologis terhadap remaja asal Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut.

"Jadi engga usah terlalu dipermasalahkan, tapi justru harus ada pendekatan baik dari orang tua, psikolog, dan mungkin kalau memang memerlukan bantuan untuk mendapatkan treatment psikologis, mungkin bisa kami lakukan dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)," kata Kak Seto saat dihubungi Republika, Ahad (9/7).

Kak Seto mengatakan pendekatan psikologi untuk mengetahui alasan dan motivasi dari tindakan dan perkataan yang dilontarkan Afi yang berakibat menimbulkan komentar di masyarakat.

Alhasil, itulah beberapa rangkaian kisah 'lucuan' sepanjang zaman. Maka bila sekarang ada kasus operasi plastik Ratna Sarumpaet yang dikira kasus penganiayaan, janganlah heran.Uniknya lagi Ratna sempat mengaku mengatakaan penganiayan itu kepada salah satu peserta Pilpres 2019, Prabowo Subianto. Akhirnya, Prabowo pun sempat tergerak untuk melakukan jumpa pers menyatakan prihatin atas kasus yang menimpanya.Kasus Ratna menimbulkan kehebohan publik. Dan dia pun kemudian minta maaf dan menyatakan bertanggungjawab.

Maka benar kan, tak ada yang baru di bawah sinar matahari. Sejarah memang selalu berulang. Dunia memang sandiwara!

Peran yang kocak bikin kita berbahak-bahak,

peran bercinta bikin kita mabuk kepayang, dunia ini ...

   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement