Rabu 19 Sep 2018 14:42 WIB

Nikmat di Tengah Keterbatasan

Pentingnya mensyukuri segala anugerah

Belajar bersyukur (Ilustrasi)
Foto:

Abu Qilabah menundukkan kepalanya sejenak seraya menahan tangis. Tidak ada lagi yang tersisa dari keluarganya, melainkan seorang bocah berumur 14 tahun. Dialah yang memberinya makan dan minum serta mewudhukan dan mengurusi segala keperluannya.

Namun, lanjut Abu Qilabah, sejak tadi malam anak tersebut keluar mencari makanan dan belum kembali hingga kini. Abu Qilabah tidak tahu apakah anak itu masih hidup dan bisa diharapkan kepulangannya ataukah telah tiada.

"Dan, kamu tahu sendiri keadaanku yang tua renta dan buta yang tidak bisa mencarinya," keluhnya.

Meski tidak tahu harus mencara ke mana dan seperti apa ciri-ciri anak itu, Abu Ibrahim berjanji akan mencarikannya sampai ketemu. Setelah lama, Abu Ibrahim berjalan menelusuri beberapa rumah dan bertanya-tanya kepada orang sekitar tentang si bocah, tampaklah olehnya dari kejauhan sebuah bukit kecil yang tak jauh letaknya dari kemah Abu Qilabah.

Di atas bukit tersebut ada sekawanan burung gagak mengerumuni sesuatu. Di pikiran Abu Ibrahim terbesit bahwa burung tersebut tidak lah berkerumun kecuali pada bangkai atau sisa makanan. Akhirnya, Abu Ibrahim mendaki bukit itu dan mendatangi kawanan gagak tadi hingga mereka berhamburan terbang.

Tatkala dia mendatanginya, ternyata si bocah telah tewas dengan badan terpotong-potong. Rupanya, seekor serigala telah menerkamnya dan memakan sebagian dari tubuhnya, lalu meninggalkan sisanya untuk burung-burung.

Sebenarnya, Abu Ibrahim tidak ingin menginkan berita itu disampaikan kepada Abu Qilabah. Karena Abu Ibrahim orang yang cerdik, dia memberikan pertanyan-pertanyaan singkat kepada Abu Qilabah. Sebelum melemparkan pertanyaan, Abu Qilab kembali menyelak pertanyaan Abu Ibrahim.

"Di mana si bocah?"

Abu Ibrahim menjawab. "Jawablah terlebih dahulu pertanyaanku, siapakah yang lebih dicintai Allah; engkau atau Nabi Ayyub AS?"

"Tentu Ayyub AS," jawab Abu Qilabah .

"Lantas, siapakah di antara kalian yang lebih berat ujiannya?" tanya Abu Ibrahim kembali.

"Tentu Ayyub," jawabnya. "Kalau begitu, berharaplah pahala dari Allah karena aku mendapati anakmu telah tewas di lereng gunung. Ia diterkam oleh serigala dan dikoyak-koyak tubuhnya," jawab Abu Ibrahim.

Maka, pak tua pun tersedak-sedak seraya berkata, "Laa ilaaha illallaaah…."

Abu Ibrahim berusaha meringankan musibahnya dan menyabarkannya, tapi sedakannya semakin keras hingga akhirnya meninggal dunia.

Abu Ibrahim meminta bantuan kepada tiga musafir yang sedang lewat di sekitar situ membantu mengurus jenazahnya Abu Qilabah. Kebetulan, para musafir itu bersedia. Namun, di antara mereka saling berteriak kaget dan berkata.

 "Abu Qilabah…. Abu Qilabah…!"

Ternyata Abu Qilabah adalah ulama terkemuka yang menyendiri akibat musibah yang menderanya.

Sehari setelah itu, Abu Ibrahim bermimpi melihat Abu Qilabah dengan penampilan indah. Ia mengenakan gamis putih dengan badan yang sempurna. Ia berjalan-jalan di tanah yang hijau. Dan, dalam mimpi itu Abu Ibrahim bertanya tentang keadaannya yang sempurna itu.

 "Allah telah memasukkanku ke dalam Jannah dan dikatakan kepadaku di dalamnya," kata Abu Qilabah.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement