REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus malaria menjangkiti wilayah Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah gempa. Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat mendata 105 orang yang positif malaria setelah dilaksanakan Blood Mass Survey sejak 28 Agustus sampai 7 September 2018.
Ketua Umum Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Djazuli Ambari menjelaskan, ia mendapatkan laporan dari Dinkes Lombok Barat bahwa 105 orang yang terjangkit malaria. Rinciannya adalah 27 orang terjangkit malaria tropicana, 22 orang malaria tertiana dan 56 orang malaria mix. "Kasus malaria di Lombok Barat usai gempa ditemukan meningkat di 28 dusun, 10 desa dan tiga kecamatan di Lombok Barat," kata Djazuli di Jakarta, Sabtu (15/9).
Djazuli menyebut, secara resmi Dinas Kesehatan Lombok Barat sudah mengirim surat permohonan bantuan tenaga analis kesehatan dan Rdt (Rapid Diagnostic Test) kepada BSMI Pusat.
"Kami langsung merespons permintaan tersebut dengan menyediakan laboratorium beserta tenaga analis kesehatan yang siap turut andil membantu penanganan kasus malaria di RS Lapangan yang masih beroperasi di Lombok," papar dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (15/9).
Ia memaklumi keterbatasan Dinas Kesehatan Lombok Barat yang kekurangan tenaga, dana dan logistik untuk menangani kasus Malaria yang muncul setelah gempa.
Djazuli pun mengajak setiap elemen untuk terus bahu-membahu memperhatikan Lombok, termasuk mengatasi munculnya penyakit malaria. Bahkan, papar Djazuli, kasus malaria di Kecamatan Ujung Sari, Lombok Barat telah dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria karena memenuhi empat dari lima kriteria KLB.
"Yakni adanya kenaikan jumlah kasus yang bermakna, hasil konfirmasi melalui MFS ditemukan penderita positif plasmodium falciparum (malaria tropicana) dominan, ada kasus bayi yang positif dan timbulnya keresahan masyarakat karena malaria," terang Djazuli.