Rabu 05 Sep 2018 22:11 WIB

Ketum Muhammadiyah Restui KH Ma'ruf Maju Cawapres

Haedar menyatakan PP Muhammadiyah sejak dulu tidak ingin terlibat politik praktis.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menerima Bakal Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (5/9).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menerima Bakal Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nasir memberikan restu kepada KH Ma'ruf Amin untuk maju sebagai calon wakil presiden Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019. Menurut dia, sebagai ulama, KH Ma'ruf memiliki spirit yang sama dengan dirinya untuk membangun bangsa Indonesia.

"Ya jelas dong doa (berikan doa) restu. Apalagi kita kan sesama ulama punya spirit yang sama. Tapi poin lebih dari itu, kita berharap Pak Kiai juga dengan semangat dan pengalamanhya, baik dalam keumatan maupun kabngsaan bisa menyatukan bangsa ini," ujar Haedar usai menerima kunjungan KH Ma'ruf di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat, Rabu (5/9) malam.

Kendati demikian, Haedar menyatakan PP Muhammadiyah sejak dulu tidak ingin terlibat politik praktis. Karena itu, pada saat menerima kunjungan Presiden Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno, juga sudah ditegaskan Muhammadiyah tidak mau terjun ke politik praktis.

"Muhammadiyah kan sejak dulu baik ketika menerima Pak Jokowi dan Pak Kiai sebagai posisi capres dan cawapres, atau ketika menerima Pak Prabowo dan Pak Sandi itu, posisi Muhammadiyah secara kelembagaan organisasi tetap pada khitahnya, tidak masuk pada arena politik praktis," ucapnya.

Menurut dia, warga Muhammadiyah sebagaimana juga warga bangsa, tentu sudah cerdas dalam menentukan pulihannya masing-masing. Namun, sekali lagi dia menegaskan posisi Muhammadiyah tidak ingin terlibat dalam politik praktis.

Haedar mengimbau masyarakat selalu menjaga persatuan pada Pilpres 2019 mendatang. Menurut dia, perbedaan politik itu tidak boleh membuat pecah sebagai bangsa, apalagi saling bermusuhan.

"Dan tidak boleh juga, yang selalu saya suarakan adalah adanya kekerasan karena perbedaan politik. Itu jauh lebih penting. Pak kiai juga tadi dengan jiwa keulamaan dan kenegaraanya bahwa perbedaan-perbedaan politik itu tidak membuat kita rusak ukhuwah," kata Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement