REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta para pendakwah dapat memahami dinamika sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini menyusulnya adanya beberapa bentuk intimidasi yang ditunjukkan oleh para pendakwah di Indonesia, salah satunya Ustaz Abdul Somad (UAS).
Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis mengatakan hal terpenting sebagai pendakwah harus pandai menyampaikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. “Saya secara pribadi tidak setuju dan melawan persekusi apalagi penghadangan terhadap dakwah, cuma masyarakat isinya macam-macam maka harus ditegakkan hukum, menjadi ustaz lebih tinggi dari awam yang bisa memahami dinamika sosial,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/9).
"Pandai-pandailah kita sebagai ustaz menciptakan kemashalatan masyarakat di tengah media komunikasi yang sangat masif ini," ucapnya.
Baca: Dahnil Minta Ustaz Somad tak Takut Intimidasi
Menurutnya, munculnya ancaman atau intimidasi yang dirasakan oleh para pendakwah merupakan perjuangan di jalan Allah. “Saya melihat cobaan sebagai pendakwah. Nabi saja sampai dilempari, cobaan dakwah macam-macam. Karena sesuatu yang dialami benar belum tentu baik disampaikan masyarakat dan bermanfaat,” ungkapnya.
Untuk itu, ia meminta para pendakwah tidak menyampaikan kekecawaan dalam hal apapun di media sosial. Apabila merasa mendapat ancaman maka segera melaporkan ke aparat penegak hukum. “Jika menjadi kiai atau pendakwah, curhat di tengah malam kepada Allah, jangan curhat di media sosial. Apalagi di tahun politik pandai menjaga stabilitas dan ketentraman masyarakat,” jelasnya.
Sebelumnya, Ustaz Somad memang kerap ditolak berceramah di wilayah Jawa Tengah. Seperti pada akhir Juli lalu, beredar surat yang mengatasnamakan Markas Komando Jawa Tengah Patriot Garuda Nusantara (PGN) tersebar lewat internet. Surat tersebut ditujukan kepada Kapolda Jawa Tengah. Isinya mendesak agar kepolisian tidak mengizinkan tabligh akbar yang akan mengundang Ustaz Abdul Somad di Pedurungan, Mijen, Kota Semarang, pada 30-31 Juli 2018.
Selain itu, disebutkan di dalamnya dalih bahwa dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu merupakan 'corong' dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI kini berstatus organisasi terlarang sejak berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017.