Selasa 14 Aug 2018 17:48 WIB

Ini Respons Kiai Ma’ruf Soal Posisinya di MUI

Mulai ada suara pro-kontra terkait posisi ketua umum Majelis Ulama Indonesia.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
KH Ma'ruf Amin
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Ma’ruf Amin belum memastikan sikapnya terkait jabatan struktural di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sampai saat ini, cicit Syekh Nawawi al-Bantani itu masih aktif selaku ketua umum MUI. Padahal, dia telah menerima pencalonannya sebagai cawapres pendamping Joko Widodo.

Sehubungan dengan itu, yang bersangkutan hanya menjawab singkat. Pada intinya, mubaligh sepuh tersebut menyerahkan "nasib" jabatannya kepada mekanisme internal yang berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) MUI.

“Itu ada mekanismenya sendiri,” ucap Kiai Ma’ruf sesaat sebelum meninggalkan awak media di kantor pusat PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (14/8).

Seperti diketahui, mulai ada suara pro-kontra terkait posisi ketua umum Majelis Ulama Indonesia itu. Pihak Gerindra, misalnya, sudah meminta Kiai Ma’ruf agar legawa melepas jabatan ketum MUI. “Almukarom KH Ma’ruf Amin sebaiknya mundur dari posisi ketua (umum) MUI,” kata Ketua DPP Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, dalam rilisnya, Ahad (12/8).

Baca: Din Syamsuddin: Ma'ruf Amin Pilihan Logis Jokowi

Sodik lantas mengutip AD/ART MUI, yakni pasal 3 dan pasal 6. Di dalamnya, terdapat penegasan bahwa majelis tersebut merupakan lembaga independen. Selain itu, MUI juga berfungsi sebagai penghubung antara umat dan pemimpin politik (umara), serta penerjemah timbal balik antara kepentingan keduanya.

Terpisah, wakil ketua umum MUI Prof Yunahar Ilyas juga telah bersuara. Baginya, MUI sebagai gerakan masyarakat harus selalu mengayomi seluruh unsur bangsa, khususnya umat Islam.

Karena itu, pihaknya menegaskan netral dalam ajang pemilihan umum. Akan tetapi, lanjutnya, tidak berarti lembaga ini apolitis. Sebab, politik pada faktanya diperlukan untuk kehidupan masyarakat. Dengan perkataan lain, politik yang dimaksud bukan untuk diterjemahkan ke dalam kontestasi praktis sehingga muruah MUI dapat terjaga untuk dapat terus merangkul lintas elemen masyarakat dan umat.

"MUI mengayomi semua umat, termasuk dalam pilpres. MUI secara kelembagaan tidak boleh masuk politik praktis. Politik MUI adalah politik nilai," ujar mubaligh kelahiran Bukittinggi, Sumatra Barat, itu menegaskan saat dihubungi, Selasa (14/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement