REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi muda memberi suara untuk perkembangan masjid di Indonesia. Hal itu tidak lain untuk meningkatkan partisipasi dan ketertarikan generasi muda dalam memakmurkan masjid di Indonesia.
Departemen Kaderisasi Pemuda PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) bekerja sama dengan Merial Institute melakukan survei terhadap 888 generasi muda Muslim berusia 16 hingga 30 tahun. Survei dilakukan di 12 kota besar, yakni Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Medan, dan Palembang.
“Ada banyak temuan menarik tentang suara pemuda terhadap upaya memakmurkan masjid yang berjumlah 800 ribu di seluruh Indonesia,” kata Ketua Departemen Kaderisasi Pemuda dan Remaja Masjid PP DMI Arief Rosyid Hasan di Kantor DMI, Jalan Jenggala I, Jakarta Selatan, Jumat (27/7).
Ia memaparkan sejumlah hasil survei, yakni sebanyak 33,6 persen responden mengaku selalu datang beribadah di masjid setiap hari. Sisanya, sebanyak 66,4 persen responden tidak datang setiap hari.
Sebanyak 33,2 persen menganggap pengelolaan masjid saat ini, sudah mewakili aspirasi generasi muda. Kendati demikian, responden merasa perlu ada variasi kegiatan dan perbaikan dalam pengelolaan fasilitas di masjid.
Sebanyak 96 persen responden mengaku perlu adanya kegiatan pengajian, zikir, tabligh akbar di masjid. Kemudian, sebanyak 95 persen responden menilai perlu adanya kegiatan pendidikan, seperti, kursus dakwah, pelatihan imam, pesantren kilat di masjid.
Bahkan, sebanyak 73,9 persen responden menilai perlu ada kegiatan usaha di masjid, baik dalam bentuk koperasi, waralaba atau warung. Kemudian, sebanyak 67,3 persen responden merasa perlu ada kegiatan olahraga dan kebugaran di masjid.
Survei tersebut juga menghasilkan temuan bahwa kekhawatiran masjid sebagai tempat berkembangnya paham radikalisme tidak terbukti. Sebab, hanya 6,98 persen responden mengaku pernah menemukan materi ceramah yang berisi ajakan untuk memusuhi agama dan etnis tertentu. Kemudian, hanya 2,03 persen yang setuju dengan isi ceramah tersebut.
Kendati demikian, kekhawatiran masjid digunakan sebagai tempat kegiatan politik praktis, tidak terlalu signifikan. Sebab, hanya 15,65 persen responden pernah menemukan materi ceramah yang berisikan ajakan politik praktis. Kemudian, ada 15,54 persen yang setuju dengan isi materi tersebut.
Arief menilai meningkatnya minat generasi muda terhadap pengelolaan masjid harus disambut gembira. Namun, hal itu perlu diikuti perbaikan pelayanan dan fasilitas masjid.