REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Abdul Somad menanggapi surat edaran yang menolak kehadirannya di Semarang, Jawa Tengah. Menurut mubaligh tersebut, pihak yang membuat surat itu hanya mengulang-ulang tuduhan yang tidak valid tetapi kerap dialamatkan kepadanya. “Tuduhan radikal, (corong) HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), dan lain-lain itu sudah lama diklarifikasi,” kata Ustaz Abdul Somad melalui pesan singkat, Rabu (25/7).
Dai lulusan Universitas al-Azhar (Mesir) itu menjelaskan, ceramah-ceramahnya tidak pernah bertentangan dengan prinsip-prinsip persatuan dan kebangsaan. Bila tudingan anti-NKRI benar adanya, mustahil unsur-unsur pemerintah, kepolisian, atau TNI belum lama ini memintanya hadir mengisi sejumlah kajian.
Pada Rabu (25/7) hari ini, misalnya, dia diundang pihak Dewan Masjid Indonesia (DMI) dalam acara pengajian akbar di Masjid Istiqlal, Jakarta. Di lokasi, hadir antara lain Komjen (Polisi) Syafruddin selaku wakil ketua DMI dan istri Wapres RI Jusuf Kalla. “Wakapolri pagi tadi memberi saya kesempatan tausiyah di Istiqlal,” jelas peraih penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2017 itu.
Seperti diketahui, surat yang mengatasnamakan Markas Komando Jawa Tengah Patriot Garuda Nusantara (PGN) tersebar via internet baru-baru ini. Surat tersebut ditujukan kepada Kapolda Jawa Tengah.
Isinya mendesak agar kepolisian tidak mengizinkan tabligh akbar yang akan mengundang Ustaz Abdul Somad di Pedurungan, Mijen, Kota Semarang, pada 30-31 Juli 2018. Selain itu, disebutkan di dalamnya dalih bahwa dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu merupakan “corong dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).” HTI kini berstatus organisasi terlarang sejak berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
“Apabila Sdr Abdul Somad tetap hadir menjadi pembicara dalam acara tersebut, kami Patriot Garuda Nusantara (PGN) Jateng akan melakukan Aksi Perlawanan,” demikian kutipan dari surat tersebut, yang disertai tanda tangan “Panglima Tertinggi” PGN Dr KH Nuril Arifin Husein MBA dan Ketua PGN Jawa Tengah Mohammad Mustofa Mahendra.
Ditemui terpisah, pihak Kepolisian RI menegaskan bahwa perizinan harus melalui pertimbangan institusi negara. Setiap organisasi kemasyarakatan tidak boleh bertindak sewenang-wenang. “Siapa pun kalau mengeluarkan surat edaran silakan saja. Tetapi itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Mana ada ormas yang (berhak) melarang?” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/7).
Ustaz Abdul Somad sebelumnya sudah pernah mengalami beberapa insiden penolakan. Pada 8 Desember 2017 lalu, misalnya, ratusan simpatisan Laskar Bali menggeruduk hotel tempat Ustaz Abdul Somad menginap. Awalnya, mereka menolak kehadiran mubaligh tersebut di Denpasar, Bali. Namun, beberapa hari kemudian, DPP Laskar Bali meminta maaf kepada yang bersangkutan atas kejadian yang kurang menyenangkan itu.
Kasus berikutnya, pada 23 Desember 2017 Ustaz Abdul Somad ditolak masuk Hong Kong. Rencananya, alumnus S-2 Darul Hadits (Maroko) itu akan memenuhi undangan acara yang diselenggarakan komunitas pekerja Indonesia di sana. Sesampainya di bandara Hong Kong, petugas setempat menginterogasinya. Tak lama kemudian, pria yang lahir di Silo Asahan, Sumatra Utara, itu diminta kembali pulang ke Indonesia.