REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bersama para peneliti dan akademisi akan membahas efektivitas fatwa maupun mengklarifikasi dan konfirmasi peraturan yang sudah ada.
"Sebagai sarana untuk diskusi dan konfirmasi serta klarifikasi pandangan hasil temuan telahaan para peneliti dan akademisi yang bisa jadi pandangan tersebut tidak sesuai dengan kondisi faktual dari proses dan maksud hasil fatwa yang telah dtetapkan," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Soleh di kantor MUI Jakarta, Rabu (25/7).
Diskusi antara Komisi Fatwa MUI dengan akademisi akan dilaksanakan melalui Anual Conference Fatwa Studies yang akan dilaksanakan pada 26-27 Juli di Hotel Bumi Wiyata Depok, Jawa Barat.
Niam menyebutkan, ada 25 hasil kajian yang diseleksi dari 51 yang diajukan oleh akademisi untuk dipresentasikan dan didiskusikan.
Beberapa penelitian soal fatwa MUI yang dikritisi dan dikaji terkait ekonomi syariah, keberperanan efektivitas fatwa MUI tentang media sosial, fatwa tentang penetapan kalender hijriah secara nasional, dan lain-lain.
"Pada hakekatnya fatwa diterbitkan untuk kepentingan memberi panduan bagi masyarakat. Jangan sampai fatwa yang ditetapkan tidak mungkin dilaksanakan, atau melahirkan mudharat di tengah masyarakat," kata Niam.
Dengan diadakannya forum antara MUI dan akademisi tersebut, Niam berharap akan ada perbaikan terhadap hal yang membutuhkan perbaikan. Selain itu juga untuk konfirmasi dan klarifikasi fatwa yang selama ini disalahpahami oleh masyarakat, baik dari level konsep maupun penerapan.
MUI juga melakukan pengkajian secara internal terkait efektivitas fatwa yang diterbitkan. "Bahwa tidak sedikit fatwa MUI dijadikan rujukan, panduan di masyarakat. Memang pada dasarnya fatwa dikeluarkan untuk jadi panduan," kata Niam.