Senin 23 Jul 2018 17:00 WIB

Ekspor Produk Halal ke UEA Semakin Mudah

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri halal

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Komite Akreditasi Nasiona(KAN) melakukan kerjasama bidang akreditasi lembaga sertifikasi halal dengan Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) di Ruang Serbaguna BSN, Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Senin (23/7).
Foto: Republika/Muhyiddin
Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Komite Akreditasi Nasiona(KAN) melakukan kerjasama bidang akreditasi lembaga sertifikasi halal dengan Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) di Ruang Serbaguna BSN, Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Senin (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekspor produk halal dari Indonesia ke Uni Emirat Arab (UEA) kini semakin mudah setelah Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Komite Akreditasi Nasiona(KAN) melakukan kerjasama dengan Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) dalam bidang akreditasi lembaga sertifikasi halal.

Memorandum of Understanding (MoU) tersebut ditandangani oleh Kepala BSN selaku Ketua KAN, Bambang Prasetya dan Director General ESMA, Abdulla Abdelqader Al Maeeni di Ruang Serbaguna BSN, Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Senin (23/7). Penandatangan kerjasama ini juga dihadiri perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, BPJPH-Kementerian Agama, Delegasi ESMA, LPPOM MUI dan Perusahaan produk pangan di Indonesia.

Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN, Triningsih Hernilawati mengatakan, kerjasama ini diharapkan dapat menfasilitasi perusahaan Indonesia agar dapat melakukan eskpor ke wilayah UAE.

"Ini akan mempermudah ekspor halal. Artinya Dengan MoU Ini kita membantu menfasilitasi perdagangan produk halal yang masuk ke UEA melalui skema keberterimaan dari akreditasi sertifikasi," ujar Triningsih saat ditemui republika.co.id, usai penandatangan MoU.

 

Menurut dia, sebelumnya perdagangan produk pangan Indonesia ke pasar UEA terkendala karena adanya regulasi baru dari UEA yang mengharuskan bahwa sertifikat halal yang diterbitkan harus diperoleh dari lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh badan akreditasi dan diakui oleh ESMA.

Apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka produk Indonesia yang diekspor ke pasar UEA seperti biskuit, mi instan, produk olahan daging, permen dan jelly, dan flavour and food ingredients akan terhambat. "Dulu melalui LPPOM MUI tidak harus dalam kerangka akreditasi, tapi mereka (UEA) sekarang ada regulasi baru bahwa harus dari lembaga yang sama dengan skema internasionalnya," ucapnya. 

Kepala BSN Bambang Prasetya menjelaskan, dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa ESMA mengakui sertifikat halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh KAN berdasarkan persyaratan standar UAE. Kerjasama ini diharapkan dapat mendorong para produsen Indonesia untuk memperluas pasar ke UAE sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

“Dengan ditandatanganinya kerjasama, maka KAN selanjutnya akan melakukan akreditasi kepada lembaga sertifikasi halal untuk produk yang diekspor ke UAE dan melakukan pengawasan terhadap lembaga sertifikasi tersebut untuk menjamin integritas sertifikat halal yang diterbitkan,” kata Bambang.

Untuk diketahui, perdagangan produk halal di dunia diperkirakan akan semakin meningkat sebagaimana hasil survei yang dilakukan oleh Global Islamic Economic Gateway. Survey tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pasar global untuk produk pangan halal mencapai 16.6 persen dari pasar global (1.173 miliar USD) dan diperkirakan akan meningkat menjadi 18.3 persen di tahun 2020 sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Muslim yang diperkirakan akan mencapai 20 persen dari jumlah total populasi seluruh dunia. 

"Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan produk halal akan menjadi peluang investasi yang signifikan dan berkembang," jelas Bambang 

Survey tersebut juga melaporkan lima negara pengekspor produk pangan halal terbesar yang bukan merupakan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yaitu Brazil, India, Argentina, Rusia dan Perancis. Sedangkan 5 (lima) negara pengimpor terbesar adalah Saudi Arabia, Malaysia, UAE, Indonesia dan Mesir (Global Islamic Economy Report 2016/2017).  

Bambang menambahkan, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri halal mengingat jumlah penduduk Muslim yang mencapai 85,2 persen atau sebanyak 221 jiwa dari total penduduk 260 juta jiwa penduduk, yang memasukkan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. 

"Hal ini juga seiring dengan dan semakin berkembangnya usaha baik tingkat kecil maupun skala besar khususnya yang terkait dengan produk pangan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement