Kamis 12 Jul 2018 09:33 WIB

Menag Berharap Persoalan Agama tak Dimanipulasi

Ormas Islam Indonesia modal kapasitas sosial yang tidak dimiliki negara lain.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan paparan hasil sidang Isbat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (14/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan paparan hasil sidang Isbat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa kekuatan Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim sebenarnya terletak pada keberadaan ormas Islam. Menurut dia, ormas Islam Indonesia merupakan modal kapasitas sosial yang tidak dimiliki negara lainnya.

Karena itu, dengan adanya ormas Islam tersebut Lukman berharap agar berbagai persoalan agama tidak dimanipulasi oleh pihak-pihak berkepentingan. "Ini adalah luar biasa kekuatan Indonesia. Oleh karenanya harapan kami bagaimana persoalan-persoalan agama itu kalau kemudian tidak diperalat atau dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu yang memang ingin membenturkan antar sesama kita," ujar Lukman saat menjadi pembicara dalam kegiatan Silaturrahim dan Dialog Kebangsaan Bersama Menteri Agama di Hotel Ciputra, Jakarta, Rabu (11/7).

Lukman mengatakan, berdasarkan pengalaman di beberapa negara, konflik horizotal yang terjadi juga diawali dari persoalan-persoalan ikhtilafi atau persoalan yang tidak prinsipil terkait persoalan agama. Jika persoalan agama tersebut dimanipulasi, maka di Indonesia juga akan terjadi konflik horizontal.

"Jadi saya pribadi merasa bahwa sekarang ini persoalan fikhiyah, persoalan yang sifatnya furuiyah, yang ikhtilafi itu, sepertinya seakan-akan menjadi persoalan akidah, seakan menjadi persoalan hidup mati," ucapnya.

Menurut dia, kondisi ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah dan ormas Islam untuk menyikapi lebih arif dan lebih mencerahkan. Sehingga masyarakat bisa saling menghormati keragaman perbedaan-perbedaan tersebut.

"Jadi bukan untuk saling mencela atau untuk menyalahkan, mendiskriditkan atau menyudutkan. Apalagi sekarang kita memiliki sosial media yang begitu liberal, begitu bebas, hampir nyaris semua bisa disampaikan di situ, dan itu tentu tantangan tersendiri," kata Lukman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement