REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Makmun Nawawi
Dituturkan bahwa pada era Musa `alaihissalam, kaum Bani Israil ditimpa kelaparan dan kemarau panjang. Orang-orang pun berkumpul menemui Musa, seraya berkata: Hai Kalimullah (Musa), berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami. Kemudian Musa berdiri dan keluar bersama mereka menuju padang sahara, tempat jumlah mereka mencapai 70 ribu lebih.
Musa pun berdoa: Ilahi, turunkanlah hujan-Mu dan tebarkanlah rahmat-Mu kepada kami, serta kasihanilah kami, dengan anak-anak kami yang tengah menyusu, binatang gembalaan kami yang memerlukan kebun yang subur, dan orang-orang tua kami yang sudah bongkok
Setelah musa berdoa demikian, awan di langit justru menghilang dan matahari makin panas. Musa heran dengan hal itu, lalu bertanya kepada Rabbnya.
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Musa:Sesungguhnya di antara kamu sekalian, ada seorang hamba yang dengan terang-terangan maksiat kepada-Ku sejak 40 tahun lalu. Maka serulah orang- orang itu sehingga dia keluar di antara mereka, karena faktor orang itulah, doa kalian menjadi terhalang.
Duhai Tuhan dan Junjunganku, saya adalah hamba yang dhaif, dan suara saya pun lemah.Mungkinkah suara saya sampai kepada mereka, sedang jumlah mereka 70 ribu lebih. Engkau berseru, dan Aku yang menyampaikan kepada mereka, firman Allah kepada Musa.
Musa `alaihissalam pun bangkit dan menyeru mereka: Wahai hamba yang dengan terang-terangan maksiat kepada Allah selama 40 tahun, keluarlah dari tengah-tengah kami, karena engkaulah kami terhalang mendapatkan hujan.
Orang yang maksiat itu pun menoleh ke kiri dan ke kanan, dan tak ada seorang pun yang keluar dari kerumunan itu. Dia sadar bahwa dirinyalah yang dituju, lalu ia berujar pada dirinya sendiri: Jika saya keluar dari tengah-tengah mereka, berarti saya membuka aib diri sendiri. Sedang jika saya diam, mereka menjadi terhalang untuk mendapatkan hujan karena saya.
Kemudian, orang itu memasukkan kepalanya ke dalam bajunya, menyesali perbuatannya, seraya merintih: Duhai Tuhan dan Junjunganku, hamba sudah maksiat selama 40 tahun, dan Engkau sudah menangguhkan (siksaan) padaku. Kini aku datang kepada-Mu dengan ketaatan, maka terimalah aku....
Belum juga rampung rintihan penyesalan orang itu, awan putih pun membubung tinggi, lalu turunlah hujan dengan deras seperti keluar dari mulut geribah.
Duhai Tuhan dan Junjunganku, karena faktor apa Engkau beri kami hujan, sedang tiada seorang pun yang keluar dari tengah-tengah kami, tanya Musa.
Hai Musa, Aku telah memberi kalian hujan karena orang yang menyebabkan doa kalian terhalang (yakni orang yang maksiat dan bertobat itu).
Ilahi wa Sayyidi, perlihatkanlah kepada kami orang yang taat itu.
Hai Musa, Aku tidak menyingkap aibnya saat ia maksiat, lantas bagaimana mungkin Aku membuka aibnya ketika ia taat kepada-Ku.
Demikianlah (suratan Ilahi) mengajarkan, karena satu orang saja yang maksiat kepada Allah menjadi sebab terhalangnya turunnya hujan dari langit. Lantas bagaimana jika seluruh umat maksiat kepada Allah, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh-Nya? Mahabenar Allah ketika berfirman: Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). (QS al- Jinn: 16).