REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim di seluruh dunia berjumlah sekitar 1,8 miliar orang. Namun, ternyata industri makanan halal di dunia bergantung pada daging yang diimpor dari negara-negara berpenduduk mayoritas non-Muslim.
Pada umumnya, Muslim di seluruh dunia rata-rata hanya mengonsumsi daging halal. Kata halal sendiri dalam bahasa Arab berarti diperbolehkan. Dalam kaitannya dengan makanan, mengacu pada daging dan produk yang mengandung daging yang sesuai dengan kriteria hukum Islam. Ini melibatkan penyembelihan hewan menu rut hukum Islam.
Industri makanan dan minuman yang bersertifikat halal bernilai 415 triliun dolar AS. Delapan dari 10 pemasok daging halal global terbesar adalah negara-negara mayoritas non-Muslim, dengan Brasil, Australia, dan India berada di peringkat paling atas.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) merilis data statistik tentang negara-negara dengan pemasok daging halal terbesar di dunia. Brasil menduduki peringkat pertama dengan nilai 5,19 triliun dolar AS. Sementara, urutan kedua Australia dengan pasok an senilai 2,36 triliun dolar AS. Negara pemasok daging halal terbesar ketiga adalah India, dengan nilai 2,28 triliun dolar AS.
Adapun negara keempat sampai ke-10 di antaranya Prancis (0,8 triliun dolar AS), Cina (0,7 triliun dolar AS), Sudan dan Sudan Selatan (0,64 triliun dolar AS, Belanda (0,59 triliun dolar AS), Spanyol (0,63 triliun dolar AS), Somalia (0,47 triliun dolar AS), dan terakhir Turki (0,46 triliun dolar AS). Sementara, menurut laporan Aljazirah, Ahad (10/6), OKI juga menghimpun data negara-negara pengimpor daging halal terbesar di dunia. Negara-negara tersebut, antara lain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Indonesia, dan Mesir.
CEO Dinar Standard Rafi'uddin Shikoh menjelaskan, ekonomi halal memang tengah menjadi perhatian dunia, tak hanya negara Muslim. Ketertarikan terhadap ekonomi halal tak terlepas dari pertumbuhan umat Islam yang terus terjadi.
"Halal ekonomi memberi kesempatan untuk menuju ke era keemasan," ujar dia, belum lama ini.
Bukan hanya perkembangan Islam sebagai agama kedua di dunia, dia menyebutkan, adanya larangan dan adat penyajian daging yang menekankan kesucian dan nilai kehidupan juga menjadi daya tarik terhadap ekonomi halal. Penyajian daging ini dianggap menarik, bahkan bagi non-Muslim. Tak heran, industri halal saat ini sedang mendapatkan daya tarik di Eropa, Amerika Utara, serta Asia Tenggara, khususnya Indonesia.