Jumat 29 Jun 2018 13:04 WIB

Sejarah Panjang Islam di Djibouti

Saat ini, 98 persen dari 490 ribu penduduk negeri itu adalah Muslim.

Masjid di Djibouti
Foto: flickr.com
Masjid di Djibouti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam di Djibouti memiliki sejarah panjang. Saat ini, 98 persen dari 490 ribu penduduk negeri itu adalah Muslim Sunni yang banyak merujuk kepada Imam Syafi'i. Sebagian lainnya aktif dalam tarekat sufi melalui berbagai madrasah.

Islam diperkenalkan di negara tanduk Afrika ini tak lama setelah Rasulullah hijrah. Zeila merupakan pusat Muslim saat itu yang dekat dengan Masjid dua mihrab di al-Qiblatayn yang berdiri sejak abad ketujuh. Masjid ini juga yang tertua di Djibouti.

Pada akhir abad kesembilan, Al Yaqubi menulis mengenai umat Islam yang tinggal di pesisir utara Somalia. Saat itu, Zeila merupakan ibu kota kerajaan Adal. Kerajaan ini berdiri sejak abad kesembilan. Menurut IM Lewis kerajaan tersebut diperintah oleh dinasti lokal yang juga memerintah Kesultanan Mogadishu di wilayah Benadir. Sejarah kerajaan Adal juga tidak terlepas dari kemenangan melawan Abyssinia.

Djibouti merupakan negara mayoritas Muslim. Sedangkan, penduduk non-Muslim me rupakan warga asing di Djibouti. Sebanyak 60 persen penduduknya adalah etnis Somalia dan 35 persen adalah Afar. Setelah merdeka dari Prancis (1977), republik ini membangun sistem hukum berdasarkan kompilasi hukum Prancis, praktik adat, dan hukum Islam.

Pemerintah Djibouti memiliki kebijakan bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang diakui. Meski demikian, pemerintah memiliki aturan persamaan hak warga negara untuk memeluk berbagai agama yang diyakini.

Meski Islam di sana mayoritas, kebijakan negara itu melarang partai politik berbasis agama. Menurut Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2014, Muslim Djibouti memiliki hak untuk berpindah agama atau menikahi pasangan mereka yang berbeda agama. Konstitusi di sana mengatur seorang pria non-Muslim dapat menikahi Muslimah hanya ketika mempelai pria telah memeluk Islam.

Pernikahan non-Islam tidak diakui secara sah oleh pemerintah karena Djibouti hanya mengakui perkawinan yang dilakukan sesuai dengan aturan Ke menterian Urusan Islam atau Kementerian Dalam Negeri.

Pembatasan

Pada 2012 sebuah undang-undang disah kan agar Kementerian Agama meningkatkan pengawasan masjid, termasuk pesan yang disebarkan pada saat shalat Jumat. Aparat merujuk kebijakan tersebut untuk menggantikan imam, bahkan menutup beberapa masjid sementara waktu.

Beberapa imam dilaporkan dan di intero gasi oleh petugas keamanan setelah khotbah dengan tema keadilan politik dan sosial yang kuat. Ada juga laporan petugas berpakaian preman yang memantau isi khotbah Jumat dan kegiatan orang-orang yang menghadiri ibadah di masjid.

Pada 2014 kebijakan baru muncul yang mengangkat status imam menjadi pegawai negeri di bawah Kementerian Urusan Islam. Ke pemilikan dan pengelolaan masjid dialihkan dari kelompok atau yayasan kepada pemerintah.

Pemerintah mengklaim keputusan tersebut bertujuan untuk menghapuskan aktivitas politik dari masjid-masjid dan memberikan pengawasan pemerintah yang lebih besar atas aset dan aktivitas masjid. Pejabat pemerintah juga mengindikasikan bahwa undang-undang tersebut dirancang untuk menghadapi pengaruh dan ideologi asing yang disebarkan melalui aktivitas keagamaan di masjid-masjid.

Ada sekitar 40 sekolah Islam swasta dan nasional yang dikelola pemerintah. Sekolah umum mengedepankan pembelajaran ilmu umum. Sedangkan, madrasah atau sekolah agama tampil berbeda. Selain mengajarkan sains kepada murid-muridnya, madrasah juga mengembangkan pengajaran agama yang menjadi ruh sumber daya manusia generasi muda Djibouti.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement