REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abad ke-15 menjadi catatan sejarah yang selalu dikenang Montenegro. Ketika itu, Ivan Crnojevic dikenal sebagai orang yang dituakan di sana. Dia berjuang melawan pemerintahan Venesia yang menduduki Montenegro, tetapi gagal. Ivan yang dikenal sebagai bangsawan Zeta kalah melawan prajurit Venesia.
Pemerintah Venesia kemudian melihat Ivan adalah sosok yang berpengaruh. Dia mampu memobilisasi massa. Ivan kemudian dipercaya sebagai kaki-tangan pemerintahan Venesia di Kota Zabljak, dekat danau Skadar yang kini berdekatan dengan perbatasan Albania dan Montenegro.
Wilayah Montenegro masuk dalam radar ekspansi Turki Usmani pada 1478. Ivan tak tinggal diam. Dia meminta bantuan Italia dan Venesia untuk memperkuat pasukan melawan Turki. Namun, Ivan dan pasukannya ternyata kalah. Mereka kembali ke Montenegro dan menerima kepemimpinan Turki Usmani yang bermarkas di Shkodra.
Umat Islam di Montenegro
Putra bungsu Ivan, Stanisa 'Stanko' Crno jevic, kemudian diangkat sebagai perwa kilan pemerintahan Turki (skender beg) di Montenegro, yang diangkat oleh Sultan Selim I. Dia dikenal sebagai Skender Beg Crnojevic. Stanisa menerima dan memeluk Islam.
Montenegro berada dalam kekuasan Turki Usmani hingga awal abad ke-20. Pada 1918, Montenegro bergabung dengan Serbia, Kroasia, dan Slovenia. Kemudian, pada Perang Dunia kedua tahun 1943, Montenegro bergabung dalam wilayah Republik Yugoslavia. Pada 1992, Yugoslavia bubar dan Montenegro bergabung dengan Serbia.
Keberadaan Islam di sana tidak dapat dipisah kan dari Muslim yang berasal dari negara bekas Yugoslavia. Sedangkan, Muslim Yugoslavia merupakan keturunan pendu duk Turki Usmani. Ini menandakan masya rakat Turki Usmani dulu banyak berdatang an ke Montenegro. Pada saat Islam masuk, orang pertama yang mengucapkan dua kalimat syahadat adalah kaum muda. Mereka menyadari Islam ada lah agama yang visioner dan akan menjadi kekuatan besar.
Pada 2003, penduduk negeri itu mencapai 672.656 jiwa. Sebanyak 24 persen dari populasi tersebut merupakan pemeluk Islam. Tahun 2011, jumlah Muslim di Montenegro men capai 118.477 jiwa. Angka mereka terus bertambah seiring dengan kelahiran yang meningkat.
Warisan Islam
Warisan budaya Muslim pada periode awal di Montenegro adalah masjid, menara jam, madrasah, tempat pemandian, tempat peristirahatan pengembara (musafirhane), pusat perbelanjaan (bezistani), air mancur, dan rumah karavan.
Masjid saat ini telah diperbarui, terutama di daerah perkotaan. Tak kurang dari 162 masjid berdiri di sana. Mayoritas didirikan sejak masa pemerintahan Turki Usmani. Namun, tempat bersujud ini tidak seluruhnya bertahan. Sebanyak 88 masjid hancur ka rena serangan serigala, perang, kebakaran, dan gempa bumi. Pada abad ke- 20 dan awal abad 21, masjid baru dibangun di bekas pondasi lama. Saat ini hanya tersisa 116 masjid.
Selain masjid, banyak madrasah tempat menimba ilmu dibangun. Terdapat 11 madrasah yang tersebar seperti di Pljevlja dua madrasah, di herceg Novi dua madrasah, dan sisanya terdapat di Podgorica, Niksic, Bijelo Polje, Bar dan Ucinj serta di Plav dan Rojaze.
Pendidikan agama tak hanya diajarkan di madrasah. Ruzdisebutan sekolah umum di Montenegrojuga mengajarkan agama kepada muridnya. Sejak tahun 1840 sudah ada tujuh ruzdi yang dibangun. Namun, pada 1912 kegiatan belajar di madrasah dan ruzdi di Bijelo Polje dihentikan oleh Pemerintah Montenegro. Madrasah dan ruzdi terakhir berada di Pjlevljima tetapi ditutup pada 1918-1919.
Angka pengangguran yang tinggi menyebabkan kerusuhan pecah di Ibu Kota Montenegro
Sebuah sekolah akhirnya diakusisi untuk menjadi madrasah pemula. Banyak ulama, mufti, penghafal Alquran, penyair, penulis, dan ahli kaligrafi lahir dari sekolah agama tersebut. Mereka banyak yang melanjutkan pendidikan ke daerah pusat Islam, seperti Mesir, Arab Saudi, dan lainnya.
Muslim ditindas
Setelah Turki Usmani tak lagi memerintah, Muslim di Montenegro mendapat tekanan. Mereka terus berjuang bertahan hidup dengan meninggalkan rumah mereka. Sebagian besar pergi mengungsi ke Bosnia, Sandzak, dan Albania.
Muslim diusir dari Novo, Herceg Novi, pada 1687, dari Kuca pada 1688, dan dari Ce tinje pada 1771. Pada 1878, ketika masya ra kat internasional memperluas perbatasan Montenegro dengan keputusan Kong res Berlin, umat Islam di Zabljak, Spuz, Podgorica, Kolasin, Niksic, Bar, Plav, dan Gusinje menghadapi masalah yang sama.
Setelah perluasan teritorial pada periode 1878 sampai 1910, lebih dari 25 ribu atau 80 persen dari penduduk Montenegro bermigrasi dari wilayah Montenegro yang baru terbentuk. Ketika terjadi Perang Balkan pada 1912-1913, pemerintah memperluas batas-batasnya ke utara dan menempati Mojkovac, Bijelo Polje, Pljevlja, Berane, Rozaje, Plav, dan Gusinje. Lagi-lagi Muslim di sana menghadapi dis kriminasi. Mereka dianiaya. Warisan budayanya dihancurkan.
Pada 1912, populasi Muslim mencapai 80 persen. Mereka kembali mengalami ke ke rasan dan mencari perlindungan ke Turki. Sebanyak 88 ribu Muslim pergi ke Turki. Kekerasan terhadap Muslim juga terjadi pada 1924. Peristiwa berdarah terjadi di Bjelovar- Bihor dan Pljevlja, kemudian di Lembah Kovin, hingga seluruh wilayah Montenegro.
Semua masjid dibakar ketika itu. Seluruh barang yang berkaitan dengan Islam hancur. Saat Yugoslavia jatuh tahun 1991, umat Islam mengalami trauma. Mereka kembali mengungsi ke wilayah barat. Pada 1993, banyak masjid dibakar dan diledakkan. Baru pada 2000, madrasah kembali di bangun di Desa Miljes, Podgorica. Tak hanya madrasah, bangunan ini juga menjadi pusat Islam Montenegro.
Melanggar Perjanjian
Pemerintah Turki Usmani mengatur bangunan dan properti keagamaan, seperti masjid dan madrasah. Pada 1878, setelah kekuasaan Turki berakhir, dibuatlah perjanjian antara Montenegro dan Turki pada Kongres Berlin.
Perjanjian Berlin ini menjamin hak kepemilikan harta tak bergerak dan wakaf Montenegro-Turki. Mereka juga harus mengakui kebebasan beragama meskipun penguasa saat itu non-Islam. Komunitas Islam Montenegro kemudian didirikan. Haji Salih Efendija Huli menjadi mufti pertama yang ditunjuk oleh Raja Nikola.
Kemudian, Montenegro dikuasai oleh Kerajan Serbia, Kroasia, dan Slovenia pada 1922. Saat inilah keberadaan Islam di Montenegro berubah. Pemimpin Kerajaan ini tak lagi menghormati umat Islam. Pelaksanaan hak dan kewajiban umat Islam bergantung pada situasi konkret yang terjadi. Kementerian Agama dibentuk, tetapi dibubarkan, digantikan Kementerian Kehakiman.
Undang-undang tahun 1921 yang menjamin kebebasan beragama dibuat. Namun, ini hanya untuk membatasi kegiatan keagamaan dan hanya boleh dilakukan di tempat ibadah. Pada 1931 negara melakukan kontrol mutlak komunitas keagamaan. Peraturan ini berlaku di seluruh negeri setahun kemudian. Administrasi syariah dihapuskan diam-diam. Mufti dipecat dan pensiun pada 30 Januari 1924.
Umat Islam kemudian membentuk komunitas di Yugoslavia pada 1968. Di dalamnya terdapat beberapa unit; tradisional, parlemen, wilayah Bosnia dan Herzegovina, Kroasia, dan Slovenia. Mereka berpusat di Sarajevo. Majelis komunitas Islam Serbia yang mencakup wilayah Kosovo dan Vojvodina berkantor pusat di Prishtina. Komunitas Islam untuk Makedonia berbasis di Skopje.
Sedangkan, majelis komunitas Islam Montenegro berkantor pusat di Titograd. Mereka memercayakan tugasnya ke badan, institusi, dan pejabat sendiri. Badan komunitas Islam adalah komite komunitas Islam (vakuf mairif), dan majelis komunitas Islam (vakuf).
Anggota komunitas Islam adalah mufti, imam, pendakwah, guru, dan pengazan. Ada 13 komite komunitas Islam di wilayah Meshihat sebagai otoritas kota di wilayah mereka. Masing-masing memiliki masjid. Mereka tetap menjadikan rumah Allah sebagai pusat dakwah. Muslim di Republik Montenegro adalah komunitas religius yang unik.
Mereka terdiri atas semua muslim di Republik Montenegro dan yang tinggal di luar negeri. Masjid kembali dibangun Salah satu yang kembali dibangun adalah Masjid Old Nizam Podgorica- Tuzi. Selama 15-20 tahun terakhir, sekitar 40 masjid dengan fasilitas yang menyertainya telah direhabilitasi dan dibangun kembali.
Di beberapa tempat, masjid baru sedang dibangun. Hanya sekitar 20 masjid yang dibangun di wilayah komite komunitas Islam di Rozaje. Di Berane, setelah tiga puluh tahun meminta persetujuan dari wali kota, sebuah masjid baru dibangun Masjid di Petnjica diperbaiki. Masjid lainnya dibangun di Miljus, Karabusko Polje, Vladni, Vranje, Kodrabudan, dan Tuzi.
Masjid Osmanagis lama, yang rusak pada Perang Dunia Kedua pada 1943, telah dibangun kembali. Di Ulcinj, di lahan yang lama, Masjid Bregut dibangun. Masjid juga didirikan di desa Boka dan Krutam. Di Vladimir, sebuah masjid baru didirikan di atas pondasi yang lama. Pondasi lama Masjid Naval Mariner yang terkenal di Pristan, yang hancur pada 1931, juga dibangun kembali.
Masjid baru di Kunj dan Mrkojevici dibangun di Kota Bar. Di Salavat, pemugaran Masjid Sultania, yang telah berdiri selama lebih dari 70 tahun, telah selesai. Di Gusinje, di atas pondasi lama, sebuah masjid baru dan dua lagi dibangun di Cosovic dan Krusevo.