Rabu 02 May 2018 14:07 WIB

Grand Sheikh Ajak Indonesia Aplikasikan Prinsip Al-Azhar

Allah menciptakan manusia dalam keberagaman.

Rep: Adrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Grand Syekh al-Azhar, Ahmad Muhammad ath-Thayeb (tengah), Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Indonesia TGB Zainul Majdi (kedua dari kanan), Prof Quraish Shihab (kanan), dan Menteri Agama Lukman Hakim (kedua dari kiri) dalam silaturahmi akbar ulama dan alumni Al Azhar Indonesia dengan Grand Syekh al-Azhar di Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Selasa (1/5) malam.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Grand Syekh al-Azhar, Ahmad Muhammad ath-Thayeb (tengah), Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Indonesia TGB Zainul Majdi (kedua dari kanan), Prof Quraish Shihab (kanan), dan Menteri Agama Lukman Hakim (kedua dari kiri) dalam silaturahmi akbar ulama dan alumni Al Azhar Indonesia dengan Grand Syekh al-Azhar di Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Selasa (1/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Grand Sheikh al-Azhar Ahmad Muhammad Thoyyib mengajak umat Islam Indonesia untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip yang dipegang al-Azhar sebagai pusat pendidikan Islam dunia. Dalam tausiyah yang disampaikannya saat berkunjung ke Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Rabu (2/5) siang, Thoyyib mengingatkan umat Islam dan masyarakat Indonesia agar senantiasa hidup berdamai dalam keberagaman.

"Karena pada dasarnya manusia diciptakan Allah berbeda-beda. Kalau Dia menginginkan, niscaya umat manusia menjadi satu, tapi manusia dijadikan berbeda-beda, bahkan dengan perbedaan itulah Allah menciptakan kita semua," kata Thoyyib.

Selain itu, Thoiyib juga mengajak umat Islam di Indonesia menyadari bahwa dengan keberagaman yang ada, termasuk pada ideologi dan keyakinan, membuat seseorang tak bisa memaksakan orang lainnya untuk memeluk agama yang sama. Sebab, jelas dia, hal tersebut bertentangan dengan prinsip bahwa Allah menciptakan manusia dalam keberagaman.

Menurut dia, setiap manusia mempunyai keleluasaan untuk memilih keyakinannya.

Prinsip yang dipegang al -zhar lainnya, jelas dia, adalah kesadaran terhadap hak-hak bermazhab.

Umat Islam diharapkan saling menghormati, meski berlainan pandangan mazhab. Thoyyib mencontohkan, dalam kurikulum al-Azhar, mahasiswa tak dipaksa untuk mendalami satu mazhab. Namun, mahasiswa justru diberikan pilihan-pilihan sesuai kehendaknya untuk menentukan sendiri mazhab yang akan dipelajari.

"Di tengah keberagaman penganut mazhab yang berbeda-beda di al-Azhar, mahasiswa tetap dapat rukun, berbaur, dan saling menghargai adanya perbedaan," katanya.

Bahkan, soal akidah, di al-Azhar ada Maturidiyah, Muktazilah, Salafi, dan sebagainya. "Selama dia masih shalat, selama dia makan sembelihan, kita jangan dikafirkan karena mereka masih Muslim," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement