REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Enam yang dibentuk untuk ikut menyelesaikan masalah pembangunan menara Masjid Al-Aqsha Sentani menyepakati lima poin penyelesaian. Hasil kesepatakan itu diserahkan kepada Bupati Jayapura Mathius Awoitauw dalam Rapat Kerja Tim Mediasi Kerukunan Umat Beragama di aula kantor Bupati Jayapura, Senin (23/4).
Penyerahan hasil kesepatakan ini disaksikan pimpinan Forkopimda, perwakilan tokoh agama, tokoh adat, serta tokoh masyarakat lainnya. Kelima poin ini ditandatangani Tim Enam, yaitu Pdt Alberth Yoku STh (ketua), DR H Toni Wanggai SAg MA (anggota), Drs KH Umar Bauw Al-Bintuni MM (anggota), Pdt Hosea Taudufu STh (anggota), Pdt Robbi Depondoiye STh (anggota), dan Nurdin Sanmas SHI (anggota).
Bupati Mathius mengatakan, dengan lima poin kesepakatan yang dirumuskan Tim Enam ini, polemik pembangunan menara Masjid Al-Aqsha Sentani dianggap sudah selesai. Karena itu, peristiwa ini diharapkan menjadi pembelajaran untuk semua pihak bahwa negara ini ada yang mengatur dan ada ketentuannya.
Baik umat Islam maupun umat Kristen dan tokoh-tokoh agama yang ada di masyarakat ini yang menjadi patokan bagi masyarakat, juga pikiran-pikiran mereka ini, telah mewakili aspirasi masyarakat. "Dan juga tokoh-tokoh ini telah berkomunikasi dengan banyak pihak untuk menampung berbagai masukan masyarakat dan saya pikir ini sudah bagus," ujarnya dalam keterangan tulis, di Jakarta, Selasa (24/4).
Berikut ini lima poin kesepakatan penyelesaian masalah menara Masjid Al-Aqsha Sentani yang dibacakan oleh Ketua Tim Enam, Pdt Alberth Yoku STh, di aula kantor bupati:
Pertama, Pembangunan menara Masjid Agung Al-Aqsha Sentani tingginya disamakan dengan kubah masjid, dengan berpedoman pada surat Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kantor Otoritas Bandara Udara Wilayah X, Nomor : AU/06/143/KOBU/WIL X/IV/2018, tanggal 3 April 2018. Selisih biaya ketinggian menara menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Jayapura sesuai dengan PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.
Kedua, delapan butir Pernyataan Sikap Persekutuan Gereja-Gereja Jayapura (PGGJ) tanggal 15 Maret 2018 diserahkan kepada pemerintah daerah untuk mengaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi keberlangsungan kehidupan kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.
Ketiga ,dalam mewujudkan Kabupaten Jayapura sebagai Zona Integritas Kerukunan, perlu dibangun rumah-rumah ibadah yang menjadi simbol keberagaman agama di Kabupaten Jayapura.
Keempat, dalam menjaga dan memelihara kerukunan hidup antarumat beragama di Kabupaten Jayapura, perlu dilakukan dialog lintas agama dan kerja sama pelayanan sosial yang diatur jadwalnya oleh FKUB Kabupaten Jayapura.
Kelima, perlu diterbitkan peraturan daerah yang mengacu pada semangat Khenambai Umbai dan Zona Integritas Kerukunan sebagai roh dan jiwa yang mengatur kehidupan semua anak bangsa yang tinggal dan menetap di seluruh wilayah Kabupaten Jayapura.