Kamis 29 Mar 2018 13:36 WIB

Perjuangan, Pengkhianatan, dan Pengasingan Kerajaan Gowa

Gangguan dari pihak Kompeni membuat geram Kerajaan Gowa

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Pasukan pengawal Istana Kerajaan Gowa 'Balla Lompoa'
Foto:

Dari sinilah Belanda dapat membaca ge lagat kebencian yang timbul antara orang-orang Bone (Bugis) dan Gowa (Makassar). Apalagi, setelah mengetahui manuver Daeng Serang Arung Palakka, seorang Bugis yang tidak tahan melihat penderitaan sesamanya, yakni para pekerja parit tersebut.

Bersama para pengawalnya, Arung Palakka menyusun rencana untuk memberontak terhadap para mandor Makassar dalam proyek itu. Tapi, pada realitasnya para pekerja kemudian disuruh untuk meninggalkan pekerjaan mereka dan lari ke wilayah Bone dan Soppeng. Kemudian, para mandor mendapati tempat pengerjaan parit itu dalam ke adaan kosong. Mereka pun mengejar para pekerja Bugis ini. Sesampainya di Bone dan Soppeng, mereka menyaksikan dua wilayah ini sudah bersiap-siap menyerang Gowa.

Pada 26 September 1660 konflik pun pecah antara Kesultanan Gowa (Makassar) dan orang-orang Bugis dari Bone dan Soppeng itu yang dipimpin Arung Palakka. Akan tetapi, perlawanan ini dapat ditumpas pasukan Gowa. Adapun Arung Palakka dan para pengikutnya melarikan diri ke Buton. Dia kemudian berhasil meyakinkan Sultan Buton untuk memberontak terhadap Kesultanan Gowa.

Sultan Buton lantas berangkat ke Batavia (Jakarta) untuk meminta bala bantuan atas saran Kompeni yang ada di sana. Sementara, sultan tersebut dalam perjalanan, bala tentara Gowa sudah tiba di Buton untuk memburu Arung Palakka. Orang-orang Buton ternyata melindungi buronan tersebut dari tangkapan prajurit Buton. Tiga tahun lamanya Arung Palakka hidup sebagai pelarian.

Pada akhirnya Batavia menyetujui untuk membantu Kesultanan Buton dan Arung Palakka demi memerangi Gowa. Sultan Hasanuddin sesungguhnya mengalami dilema dari keadaan ini. Dia sudah mewanti-wanti bawahannya agar bersikap manusiawi terhadap semua pekerja, termasuk orang-orang Bugis yang ber tugas membina parit.

Sekarang, Arung Pa lakka, seorang bangsawan Bugis yang dikenalnya sejak kecil berseberangan jalan dengannya. Kawan lamanya itu kini menjadi sekutu Belanda, tidak sadar bahwa dirinya dimanfaatkan Kompeni untuk menggempur kekuatan Gowa. Pada Desember 1666 armada Kompeni yang dikomandoi Cornelis Speelman bersa ma dengan Arung Palakka menyerang basis Gowa di Sombaopu. Bendera merah dikibarkan sebagai tanda siap berperang.

Meriam-meriam Belanda menembaki ben teng-benteng Gowa, tetapi pasukan Sul tan Hasanuddin dapat memukul mundur pergerakan Belanda dan para pendukung Arung Palakka hingga ke Bantaeng. Di sini, Belanda membakar lumbung-lumbung beras milik Gowa. Tujuannya, agar rakyat Sultan Hasanuddin kehabisan pasokan makanan dan dihantui bencana kelaparan.

Armada Speelman dan Arung Palakka ke mudian bergerak ke Buton. Saat itu, pulau tersebut sudah dikepung pasukan Gowa yang menekan Sultan Buton karena se ngaja melindungi Arung Palakka. Akan te tapi, kedatangan Arung Palakka menaik kan moral orang-orang Bugis, termasuk yang sedang tergabung dalam pasukan Go wa. Mereka tersulut emosi dengan agitasi yang menganggap Gowa telah memper la ku kan semena-mena para pekerja Bugis yang membangun parit.

Situasi pun berbalik. Pasukan Gowa yang dipimpin Karaeng Bontomarannu centang perenang diserang orang-orang Bugis yang dibantu Kompeni. Speelman dapat menawan 5.000 pasukan Bontomarannu yang mayoritasnya orang-orang Makassar. Selagi di Buton, Kompeni mengagitasi orang-orang Bone agar terus melawan Kesultanan Gowa. Padahal, saat itu, Sultan Hasa nuddin mulai memperlonggar kebijakan untuk meredakan perpecahan dalam negeri. ed: erdy nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement