Kamis 29 Mar 2018 13:23 WIB

Kelahiran Gowa

Kitab Negar Kertagama menyebut nama Makassar

Balla Lompoa atau istana Kerajaan Gowa
Foto: Youtube
Balla Lompoa atau istana Kerajaan Gowa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makassar, yang terletak di Sulawesi Selatan, sudah dikenal dalam catatan sejarah sejak abad kesembilan. Kitab Negara kertagama karya Mpu Prapanca yang muncul di zaman Majapahit juga menyebutkan nama Makassar.

Di daerah ini, telah berdiri sembilan kerajaan kecil, yakni Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Jene, Bisei, Kalling, dan Sero. Mereka kemudian bersatu membentuk persekutuan Kasuwiyang Salapang. Namun, konflik tetap saja terjadi di antara anggotanya.

photo
Pasukan pengawal Istana Kerajaan Gowa 'Balla Lompoa'

William Cummings dalam bukunya A Chain of Kings-The Makassarese Chronicles of Gowa and Talloq mengutip kronik tradisional Makassar. Menurut teks ini, garis keturunan ningrat bermula dari pernikahan antara tumanurung ri gowa dan Karaeng Bayo. Kata tu berarti 'orang', sedangkan manurung adalah 'turun dari tempat yang tinggi'.

Maknanya, si perempuan merupakan makhluk kayangan yang turun ke bumi gowasi ('gua' dalam bahasa Bugis). Adapun Karaeng Bayo diduga berasal dari Bantaeng dan termasuk kalangan pelaut (bajo). Menurut Cummings, narasi semacam ini lumrah ditemui di Nusantara bagian timur, termasuk Makassar. Tokoh ceritanya merupakan raja pelaut yang menikahi seorang gadis penduduk daratan.

Dari sanalah muncul silsilah raja-raja Gowa, yakni hasil transformasi kesembilan anggota Kasuwiyang Salapang menjadi Butta Gowa. Syamsuez Salihima dalam arti kelnya pada Jurnal Rihlah (2015) menerang kan, konsep tumanurung dipakai untuk melegitimasi kedudukan pemimpin.

Raja Gowa kesembilan, Tumapa'risi Kal lonna, memerintah dalam periode 1525- 1530. Dia membawahi kerajaan-kerajaan ke cil di sekitarnya. Misalnya, Bulukumba, Se layar, Panaikang, dan Mandale. Pencapai an terbesarnya barang kali adalah pembentukan aliansi antara Gowa dan Tallo. Se jak saat itu, kedaulatan Makassar semakin kuat, terutama dalam menghadapi saingannya, negeri-negeri Bugis khususnya Kerajaan Bone.

Setelah Tumapa'risi Kallonna mangkat, anaknya, Imanriogau Karaeng Lakiung, naik menjadi raja Gowa ke-10. Dalam masa pemerintahannya, ekspansi Kerajaan Gowa terus berlanjut sehingga mencakup wilayah Bajeng, Wajo, Soppeng, Alitta, Mandar, dan Toli-Toli (Sulawesi Tenggara). Sementara itu, persaingan dengan negeri-negeri kuat di luar Makassar semakin mengemuka, terutama yang datang dari Kerajaan Bone.

Kerajaan Gowa mengadakan beberapa perundingan dengan Bone untuk meredakan ketegangan. Salah satunya menghasil kan Perjanjian Caleppa pada 1565. Isi kesepakatan ini mempertegas perikatan damai yang lebih dahulu tercipta antara mendiang Tumapa'risi Kallonna dan Raja Bone keeenam. Oleh karena itu, selama satu dekade hubungan dua kerajaan tersebut berlangsung relatif damai.

Akan tetapi, pada 1582 Kerajaan Bone mulai membina aliansi dengan negeri tetangganya, Wajo dan Soppeng. Persekutuan ini bernama Lamumpatu-e ri Timurung. Karaeng Lakiung mengecam aliansi sepihak ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, armada laut Gowa menyerang wilayah Wajo ber kali-kali. Namun, upaya ini lebih banyak menemui kegagalan. Bahkan, sang raja menjadi korban pembunuhan yang dilakukan pengikutnya sendiri. Menurut Salihima, persaingan demikian terus terjadi sesudah Kerajaan Gowa mulai menerima Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement