REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat membuat peraturan untuk mewajibkan penempatan dana zakat di bank syariah. Kebijakan ini diyakini dapat mempercepat pertumbuhan perbankan syariah sesuai keinginan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi rencana tersebut, lembaga filantropi Dompet Dhuafa merespons positif kebijakan tersebut. Langkah tersebut sekaligus mendorong pertumbuhan perbankan syariah.
"Positif untuk memperbesar dana syariah. Selama ini sebagai lembaga syariah kami meletakkan dana ke perbankan syariah," ujar Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi Imam Rulyawan ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Kamis (22/3).
Bahkan, pihaknya mengaku, siap apabila nantinya semua akun para donatur dipindahkan ke perbankan syariah. Meski sampai saat ini Dompet Dhuafa masih menggunakan beberapa rekening bank konvesional.
"Kami sudah terlebih dahulu menggunakan bank syariah turut membesarkan perbankan syariah juga. Dalam satu pekan sudah berpindah ke perbankan syariah," ucapnya.
Dikatakan dia, pihaknya menggunakan perbankan konvesional sebagai chanel donatur atau pintu masuk yang belum punya bank syariah. "Kami tidak bisa memaksa, jadi membayar zakat dari bank manapun diakomodir dan dihimpun ke bank syariah, sifatnya memudahkan," ungkapnya.
Hal senanda juga diungkapkan Direktur Utama NU Care-LAZISNU, Syamsul Huda menambahkan pihaknya selama ini sudah menghimpun dana melalui perbankan syariah. "Kami mendukung bank syariah, selalu melibatkan bank syariah dalam kegiatan, sekaligus ingin bank syariah kuat dan bisa menyalurkan zakat lebih banyak," ucapnya kepada Republika.co.id.
Dia memastikan, setiap penyaluran zakat melalui perbankan syariah ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu fakir, miskin, ibnu sabil, mualaf (termasuk non-Muslim dan yang baru berislam yang hatinya cenderung dekat dengan Islam dan tidak memusuhi Islam), riqab (hamba sahaya), gharamin (orang-orang yang berhutang), amilin (pengelola dana zakat), ibnu sabil, dan fi sabilillah.