REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) berjalan lambat. Tarik-menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya pelaksanaan UU JPH dalam rangka menerapkan sistem jaminan halal di Indonesia. Padahal, Indonesia saat ini telah memasuki era mandatory sertifikasi halal.
Namun demikian, pelaku usaha dan industri diimbau tetap menjaga kehalalan produk dalam rangka memperkuat daya saing. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch H Ikhsan Abdullah SH MH, sikap yang jelas dari pemerintah diperlukan agar tidak menimbulkan keraguan bagi dunia usaha dan industri.
"Apakah mandatory sertifikasi halal dapat dijalankan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) atau dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal yang sudah berjalan saat ini yaitu LPPOM MUI dengan berbagai penguatan, baik kelembagaan, organisasi, auditor halal, dan sarana laboratoriumnya," kata Ikhsan dalam keterangannya kepada Republka.co.id, Kamis (22/3).
Sikap jujur pemerintah, dalam hal ini, diperlukan guna menghindari ketidakpastian penyelenggaraan sistem jaminan halal dan ketersediaan produk halal di masyarakat sesuai amanat Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. “Biarkan berjalan secara natural proses peralihan sertifikasi halal dari LPPOM MUI ke BPJPH untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi BPJPH untuk berbenah menata berbagai hal penting seperti menyiapkan auditor halal, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), tarif sertifikasi, dan sistem pendafaran berbasis online, di samping mempersiapkan kerja sama yang maksimal dan harmoni dengan MUI," katanya saat memberikan kuliah umum di Universitas Jember.