Rabu 21 Mar 2018 18:21 WIB

Din: Masjid di Papua Bentuk Sensitivitas Beragama

Semua pihak harus menghargai kesatuan sebagai Bangsa Indonesia.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Utusan Khusus Presiden Din Syamsudin
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Utusan Khusus Presiden Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin mengaku, prihatin dengan kasus pembangunan masjid di Papua yang diprotes Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ). Kondisi ini menyebabkan terjadinya polemik kerukunan umat beragama, kembali terjadi di Indonesia. Kejadian ini merupakan bentuk sensitivitas beragama.

 

"Persoalan sensitvitas saja ini, tapi ketika menuntun begini begini nah itu persoalan yang harus dibahas bersama-sama," ujarnya usai acara Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI dan Panglima TNI di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Rabu (21/3).

 

Sebelumnya, Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha Sentani, karena lebih tinggi dari bangunan gereja yang sudah banyak berdiri di daerah itu.

Menurutnya, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan MUI telah sepakat mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Hasilnya, mereka sepakat melakukan musyawarah dari hati ke hati.

"PGI dan MUI sudah sepakat ada pertemuan, dialog ke hati hati agar tidak menimbulkan ketegangan konflik. Musyawarah baik dilokasi didukung bupati setempat maupun pusat," ungkapnya.

Dia mengakui, masyarakat Papua menganut agama nasrani sehingga bangunan tempat ibadah gereja menjadi mayoritas di kawasan tersebut. "Memang di sana kalangan kristiani tidak ingin ada tempat ibadah yang besar melebihi gereja. Sebenarnya di tempat lain juga demikian mengalahkan tempat ibadah umat mayoritas. Persoalan sensitvitas saja ini," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum PGI, Pendeta Henriette Tabita Lebang mengatakan, sangat menghargai pertemuan PGI dan MUI. Mereka mencari langkah-langka terbaik untuk mengatasi masalahnya.

"Sebagaimana tadi Pak Kiai katakan, sudah ada upaya-upaya setempat, baik pemerintah setempat bersama-sama dengan pimpinan agama di daerah Jayapura. Kami harapkan dan doakan semoga mereka menemukan solusi yang baik," kata Pendeta Henriette kepada Republika.co.id di Kantor MUI, Selasa (20/3).

Dia menyampaikan, PGI bersama MUI dan lembaga-lembaga keagamaan yang lain akan mencoba memberikan dorongan ke arah perkembangan yang positif. Ini supaya semuanya betul-betul merawat kebinekaan di Tanah Air. Di mana pun berada saling menghargai, menopang dan mencari solusi kalau ada perbedaan. "Saya kira itulah semangat persaudaraan dalam kebinekaan," ujarnya.

Menurutnya, memang mencari solusi tidak mudah, tapi sedang menunggu proses penyelesaian masalah yang sedang berjalan di Jayapura. Mereka sedang memulai percakapan.

PGI mendorong supaya percakapan berkembang ke arah yang positif. Ke arah di mana semua menghargai kesatuan sebagai Bangsa Indonesia. "Kita sama-sama kembali lagi berupaya untuk merawat kemajemukan kita," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement