REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah pepatah inggris mengatakan, "don't judge the book by its cover." Pepatah ini mengajarkan, jangan menilai sesuatu hanya melihat dari penampilan fisiknya saja. Mungkin saja, isinya bisa bertolak belakang dari kovernya.
Mungkin pepatah ini berlaku bagi seseorang yang hendak membeli buku. Bukan tindakan bijak jika menilai bagus tidaknya sebuah buku hanya dari sampulnya saja. Pengarang buku dan pendesain kover adalah dua orang yang berbeda. Tapi, dapatkah pepatah ini diberlakukan untuk menilai manusia?
Dalam Islam diajarkan, isi selalu berpengaruh kepada penampilan. Ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis, "Dalam setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah, itu adalah kalbu." (HR Bukhari Muslim).
Artinya, kalbu yang dimiliki seseorang akan memengaruhi seluruh tubuhnya. Baik buruknya anggota tubuh merupakan cerminan dari baik buruknya kalbu seseorang.
Ibnu Ataillah dalam Kitab Al Hikam menyebutkan, apa yang tampak pada lahiriah seseorang merupakan cerminan dari batiniahnya. Seseorang yang hatinya beriman dan dekat dengan Allah akan terpancar dari tubuhnya. Orang-orang di sekelilingnya bisa menilai dan merasakan bagaimana buruk dan baiknya hati seseorang dengan melihat tingkah laku lahiriahnya. "Sesuatu yang tersembunyi di balik rahasia-rahasia hati dapat terungkap nyata disaksikan dalam realitas kehidupannya," ungkap Ibnu Ataillah dalam Kitab Al Hikam bab ke-28.
Ini pulalah alasannya, seseorang tidak dikatakan beriman hatinya sementara tingkah polahnya masih jahiliyah. Tidak mungkin orang yang saleh hatinya, tetapi berakhlak buruk. Rasulullah pernah menyatakan, tidak beriman seseorang yang tidur dalam perut kenyang, sementara tetangganya kelaparan. (HR Thabrani). Artinya, iman di hati dan praktik dengan tingkah laku merupakan dua hal yang tak terpisahkan.