REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan pemerintah untuk memungut zakat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Muslim tak bisa dibendung lagi. Namun, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengatakan, pemotongan gaji ASN tersebut masih perlu dipertimbangkan.
"Saya sudah lama memberi pernyataan. Itu perlu dipertimbangkan matang-matang. Dan perlu ada landasan hukum dulu," ujar Din usai melakukan dialog tentang kasus penganiayaan ulama di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2).
Din juga merasa kasihan terhadap para pegawai negeri yang dipotong sebesar 2,5 persen untuk zakat. Karena, menurut dia, gaji ASN di Indonesia masih tergolong kecil.
"Di tengah sekarang masalah seperti ini, kok tiba-tiba negara mau narik dengan uang. Kasihan pegawai negeri yang sudah gajinya hanya cukup tanggal 7, mau ditarik lagi, terutama pegawai negeri kecil," ucapnya.
Menurut dia, hukum mengeluarkan zakat bagi ASN muslim memang wajib hukumnya. Namun, kata dia, mekanisme pengelaan zakat selama ini sudah berjalan di tengah masayarakat yang mana diberikam kepada ormas Islam ataupun lembaga zakat. Karena itu, ia menyarankan agar negara tidak ikut campur.
"Janganlah yang sudah berlangsung di masayarkat itu negara ikut campur, rugi nanti ormas Islamnya. Sumber pendapatannya untuk dakwah menjadi berkurang karena dikelola oleh negara walalupun nanti negara berjanji mengembalikannya," ucapnya.
"Nah ini yang perlu kearifan. janganlah yang sudah berlangsung di masyarakat, kemudian ada suatu ketentuan sistemik dari negara," katanya.
Kementerian Agama saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur pungutan zakat sebesar 2,5 persen dari gaji ASN Muslim. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa pungutan zakat yang berasal dari gaji ASN Muslim tersebut sejatinya bukan hal yang baru diterapkan.
"Sebenarnya ini bukan barang baru, jadi ada pemerintah provinsi dan pemerintah kota sudah menerapkan ini kepada ASN di daerah. Beberapa kementerian dan lembaga juga sudah menerapkan," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kemenag, Jakarta, Rabu (7/2) lalu.