REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketika Babur memasuki Hindustan, umat Islam merupakan minoritas di sana. Ajaran Nabi Muhammad SAW pertama-tama tersebar di Anak Benua India berkat dakwah para sufi dan kaum saudagar asal Arab selatan. Kesultanan Delhi pun berjasa dalam mengukuhkan Islam di India.
Adapun mayoritas penduduk setempat memeluk kepercayaan Hindu. Tata sosialnya terdiri atas empat kasta, yakni Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Di luar sistem tersebut, pembagian komunitas lebih didasarkan pada ketu runan (jati) atau klan ningrat (rajput). Pada era ke kuasaan Babur, ada dua rajputyang dominan di India, yaitu Sisodia dan Rathors.
Fisher menyatakan, India pada abad pertengahan tidak begitu mengindahkan identitas agama. Teks-teks Hindu klasik, misalnya, menganggap orang-orang Muslim dari Asia tengah sebagai suatu jati, alih- alih umat agama yang berbeda.
Pada masa Kesultanan Mughal, beberapa rajputmemeluk Islam sambil tetap berpegang pada status adat semula. Bahkan, sejumlah keturunan Babur menikah dengan pasangan dari keluarga rajputyang beragama Hindu.
Fisher mengungkapkan, Babur tidak terlalu ortodoks dalam menafsirkan status orang-orang Hindu.Baginya, mereka dapat disamakan sebagai ahlulkitab, yakni Kris ten dan Yahudi.
Umat Hindu yang menjadi rakyatnya dianggap sebagai kaum kafir dzimmi sehingga diwajibkan membayar pajak. Dengan begitu, hak-hak mereka dapat dilindungi, termasuk dalam hal berkeyakinan dan beribadah. Namun, para penguasa Kesultanan Mughal jauh setelah era Babur justru tidak menarik pajak perlindungan dari rakyatnya yang non-Muslim.
Sepertinya, ini menjelaskan awal mula kekuasaan Babur di Hindustan. Waktu itu, kebudayan Persia yang dibawanya cukup asing bagi kebanyakan penduduk Hindustan.
Penguasa Muslim sebelum Babur, Dinasti Lodi, selama 75 tahun mengusung kebudayaan Afghan di India dengan bahasa Pashtun. Sementara itu, penduduk tempatan sudah berabad-abad silam mewarisi kebudayaan Hindu dengan bahasa Sanskerta.
Untuk menegaskan dominasinya di Hindustan, tidak ada jalan bagi Babur selain ekspansi militer. Dalam sejumlah pertempuran pasca-Perang Panipat pertama, kubu-kubu musuh selalu menganggapnya sebagai orang asing karena tidak berasal dari kebudayaan Hindu atau Afghan.
Bagaimanapun, Babur berhasil membuk tikan keunggulan militernya. Apalagi, pada zaman itu Babur, sebagaimana para penguasa Persia-Turki lainnya, telah mahir memanfaatkan bubuk mesiu untuk memperkuat persenjataan. Sementara, kebanyakan penguasa di Anak Benua India saat itu lebih mengandalkan tentara gajah.
Sang pendiri Kesultanan Mughal meninggal pada 1530. Penggantinya adalah putra sulungnya, Humayun, yang masih berusia 22 tahun. Sampai saat itu, dia lebih sering menghabiskan waktu di luar India.
Karena itu, tidak mengherankan bila Humayun kurang cakap dalam berpolitik. Lingkungan internal Kesultanan Mughal menjadi kian rentan. Pada akhirnya, Kerajaan Sur dapat mengalahkannya dalam Perang Chausa pada 1539 dan Perang Bilgram satu tahun berikutnya. Sejak saat itu, Raja Sur, Sher Shah, dapat menghalau Kesultanan Mughal dari Hindustan untuk kemudian mengembangkan kebudayaan Afghan di sana.
Barulah pada 1555, Kesultanan Mughal dapat merebut kembali Hindustan dari Kerajaan Sur. Satu tahun kemudian, Hu mayun wafat. Mendiang digantikan putranya, Abul Fatah Jalaluddin Muhammad Akbar, yang kelak menjadi pemimpin besar. Selama 50 tahun berkuasa, cakupan wilayah Kesultanan Mughal mencapai hampir seluruh Anak Benua India.
Tidak seperti ayahnya, Sultan Akbar mengenal betul karakteristik masyarakat India yang bineka.
Untuk menjamin ketenteraman dan stabilitas negara, sosok yang lahir di Sind (India barat) itu merangkul kelompok-kelompok rajputHindu, yang sebagian di antaranya bahkan menjadi keluar ga melalui pernikahan.
Dukungan dari kaum Hindu makin besar setidaknya sejak penghapusan pajak atas kafir dzimmi pada 1579. Sembari menjaga kebinekaan, dia meneguhkan identitas Mughal sebagai imperium Islam yang patut disegani.