REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku lembaga independen yang lahir berdasarkan amanat UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, memiliki tanggung jawab dan peran yang besar untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Ketua BWI, M Nuh mengatakan, tantangan terberat BWI ke depan adalah bagaimana caranya agar bisa membaca perkembangan zaman sekarang ini, termasuk trennya ke depan.
"Dan kita bisa beradaptasi dengan perubahan zaman itu. Dan kita melakukan inovasi baru sehingga maksud dari Rasulullah menyampaikan wakaf itu harus tetap bertahan secara nilai. Tidak hanya barangnya aja ada dan nilainya turun, tapi barangnya aja nilainya terus naik dan naik," ujarnya di Menara 165, Jakarta Selatan belum lama ini.
Karena itu, menurut dia, para operator wakaf atau nazir ke depannya harus bisa melakukan hal-hal inovatif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Sehingga tantangan terberat juga bagi BWI itu adalah menggerakkan para nazir-nazir yang jumlahnya ribuan itu bisa menjadi nazir-nazir yang selalu memiliki daya inovasi dan paham betul tentang perkembangan zaman," ucapnya.
Dia menambahkan, yang akan dilakukannya dalam memimpin BWI ke depannya pada dasarnya ingin membangun masyarakat yang memiliki perhatian lebih pada wakaf. "Apa yang kita mulai saat ini, pada dasarnya kita ingin membangun yang namanya masyarakat wakat. Wakaf society. Paling tepat menggunakan pendekatan pembudidayaan," katanya.
Sebagai informasi, M Nuh sendiri baru terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada 29 November 2017 lalu. Ia dilantik Presiden Joko Widodo menggantikan Slamet Riyanto.
Dengan pengalamannya sebagai Mendikbud dab Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Nuh dinilai paling layak untuk menjadi ketua BWI.