REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaum Muslim tentu akrab dengan karpet. Hampir setiap hari karpet digunakan dalam bentuk sajadah. Untuk suku tradisional Arab, Persia, dan Anatolia, karpet adalah pusat kehidupan. Karpet digunakan sebagai tenda un tuk melindungi diri dari sergapan ba dai pasir, menutupi lantai untuk ke nyamanan, atau sekadar sebagai gorden untuk privasi.
Karpet juga digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti selimut, tas, dan pelana kuda. Dengan munculnya peradaban Islam, nilai penting karpet bertambah. Yaitu, sebagai furnitur penghias surga seperti disebutkan dalam Alquran.
Pembuatan karpet dikelompokkan berdasarkan sejarah, karakter, dan lingkungan pembuatan. Materi pembuatan mengelompokkan karpet menjadi tiga, yaitu karpet oriental, karpet Muslim, dan klasifikasi berdasarkan tempat, seperti karpet Turki atau Persia.
Karpet adalah salah satu bentuk tradisi manusia yang cukup lama. Penggalian arkeologi pada 1949 mencatatkan penemuan karpet di kuburan pangeran Scythian di Pazyryk, gunung Altai, selatan Siberia, Rusia.
Kuburan diperkirakan berasal dari abad keenam sebelum Masehi. Saat ini, karpet tersebut disimpan di Heritage Museum, Saint Petersburg, dan dikenal sebagai karpet bersimpul tertua yang masih ada. Dari penelitian mengenai teknik simpul dan dekorasinya, karpet yang dinamai karpet Pazyryk ini memiliki ciri khas sebagai karpet dari Persia.
Bukti pengembangan yang lain adalah potongan kecil karpet dari Turfan (selatan Turkistan). Diperkirakan potongan ini berasal dari sekitar abad keenam setelah Masehi. Po tongan ini ditemukan di Jalur Sutra antara 1904 sampai 1913. Kedua benda ini membuktikan, karpet dibuat oleh daerah yang memegang peranan penting perkembangan Islam di dunia.
Potongan karpet lain ditemukan di al-Fustat, Kairo. Karpet ini diduga berasal dari abad kesembilan (821 M). Karpet lain dibuat pada abad ke-12, 14, 15 M, dan mulai menggunakan binatang sebagai salah satu hiasan. Kesamaan antara karpet Spanyol dan Anatolia telah membuat sejarawan berpikir bahwa karpet-karpet itu diimpor dari Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Bagimanapun ketenaran karpet Kairo selama abad ke-17 merujuk pada kehalusannya yang hanya bisa didapat dari tradisi karpet Fustat. Namun, sebagian lain berpikir, kehalusan ini adalah hasil kompetisi para penenun pada setiap serat kain. Hal ini sama seperti seni pengerjaan kayu di Mesir yang kemudian justru mendorong eksistensi industri karpet lokal dan barang seni lain. Seni pembuatan karpet dari Mesir kemudian tersebar ke Persia dan Baghdad pada abad ke-11.
Sejarawan Ettinghausen berpendapat, Dinasti Turki Seljuk di Mesir adalah tempat asal karpet setelah meneliti dua spesimen karpet di museum seni Turki Islam Istambul dan Konya. Hasilnya, dua spesimen ini memiliki karakteristik seni karpet Seljuk.
Karpet di museum Istanbul berasal dari Masjid Ala’ al-Din di Konya. Sedangkan, Konya adalah Ibu Kota Seljuk di Anatolia (1081-1032). Karpet di museum Konya awalnya dibuat untuk Masjid Eshrefoglu di Beysehir yang dibangun pada 1298. Karpet ini berpola geometris dengan bentuk bintang yang dibingkai jalinan kaligrafi.
Penggambaran binatang dimulai pada abad ke-9 di Mesir. Penggalian di Fustat menjelaskan adanya desain ini pada karpet gaya Kairo. Pada abad ke- 15, karpet motif binatang dihentikan. Sejauh ini tidak ada penjelasan sebabnya.
Namun, kemungkinan disebabkan keyakinan religius Dinasti Turki Usmani (Ottoman) yang mela rang penggambaran makhluk hidup sebagai bagian dari ajaran Islam. Akibatnya, bentuk abstrak geometris kembali hadir. Pola ini sekaligus sebagai awal mula kelahiran seni Ottoman.