Sabtu 06 Jan 2018 07:27 WIB

Muslim Dagestan Rasakan Pedihnya Cengkeraman Ateisme

Rep: c15/ Red: Agung Sasongko
Muslim Dagestan
Muslim Dagestan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai salah satu bagian dari Rusia (dulu Uni Soviet), Dagestan pernah pula merasakan pedihnya cengkeraman ateisme. Pada masa itu, nilai-nilai dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan agama ditolak. Penolakan itu berakibat runtuhnya kebudayaan berbasis agama di Dagestan serta tercabutnya akar agama itu sendiri.

Kala itu, penguasa Rusia meninggalkan praktik-praktik ritual dan pendidikan Islam, serta hanya sedikit mencampuri sistem peradilan (yang mempertahankan masjid-masjid, sekolah-sekolah agama, dan pengadilan syariah). Pada masa yang sama, formasi sosial-ekonomi yang dibentuk pada Oktober 1917 meminggirkan peradaban Islam dari lingkungan negara, kehidupan ekonomi politik, dan aktivitas keseharian masyarakat Dagestan.

Terbentuknya pemerintahan Soviet menandai sebuah sikap baru terhadap agama. Bolsheviks (faksi dari sebuah partai Rusia berpaham Marxisme) menekan para ulama dan menutup masjid serta madrasah. Menurut informasi yang dikutip Shikhsaidov, sebelum revolusi, Dagestan memiliki sekitar 10 ribu sekolah Muslim yang berfungsi. Jumlah tersebut mencakup 2.311 madrasah resmi, 1.700 masjid, 5.000 orang mullah, dan 7.000 muta'allim. Masjid-masjid memiliki sekitar 35-100 hektare tanah wakaf.

Namun, pada 1988, angka-angka itu merosot tajam. Masjid yang berfungsi hanya tinggal 27 buah. Sementara, menurut statistik resmi, tak satu pun madrasah tersisa. Begitu pun institusi pelatihan ulama ataupun sekolah Alquran dan bahasa Arab. Beberapa sekolah Muslim di sejumlah desa (terutama di Aar, Dargin, dan distrik Kumyk) mencoba bertahan dengan mengajarkan Alquran dan bahasa Arab secara sembunyi-sembunyi.

Pengesahan hukum tentang kebebasan Organisasi Hati Nurani dan Agama oleh Pemerintah Soviet pada 1990 dan Republik Dagestan pada Mei 1991 membuka tahap baru proses reislamisasi di negeri ini. Proses itu ditandai dengan pembukaan bangunan-bangunan agama.

Pada Juli 1995, terdapat 25 madrasah pendidikan ulama dan 1.270 masjid (850 di antaranya merupakan masjid resmi dan terdaftar). Pada saat yang sama, terdapat 650 sekolah dan kelompok Islam yang melatih para pemuda tentang dasar-dasar agama, ditambah 2.200 imam dan muazin.

Dalam waktu tiga tahun sejak itu, sebanyak 388 masjid berhasil dibangun dan sekitar 300 masjid lain yang pernah beralih fungsi dikembalikan pada masyarakat Muslim. Menurut data Administrasi Urusan Agama Pemerintah Republik Dagestan, pada April 1998 terdapat 1.670 masjid, 670 sekolah (yang menjadi bagian dari masjid), 25 madrasah, serta sembilan sekolah Muslim lanjutan.

Jumlah masjid kala itu jauh lebih banyak dibanding gereja dan sinagoge yang masing-masing hanya berjumlah sembilan dan empat. Pada waktu itu, telah terdapat pula lebih dari 20 kelompok tarekat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement