REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Abdul Somad menjadi perbincangan publik. Lelaki muda Riau ini menjadi salah satu fenemona dalam gerakan Islam Indonesia kontemporer.
Menurut Pakar Sejarah Islam Moeflich Hasbullah, sosok Abdul Somad berwatak keras, bersuara lantang, ucapannya tegas, dan wawasan keislamannya luas. "Kelebihan Abdul Somad dari Habib Rizieq adalah penguasaan sumber kitab-kitab klasiknya lebih lengkap. Dalam diri Abdul Somad, banyak kelebihan yang merupakan gabungan dari beberapa sosok ulama-mubaligh masyhur di Indonesia," ujarnya berdasarkan keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Jumat (29/12).
Abdul Somad menguasai sumber-sumber klasik Islam atau kitab kuning sebagai sumber keilmuan dakwahnya. Bila Zainuddin MZ hafal membacakan teks Arab dakwahnya, Abdul Somad bersama dengan nama kitabnya, nama pengarangnya, teks kalimatnya, dan konteks kitab yang dikutip.
"Dalam penyebutan itu, ia (Abdul Somad) hampir tidak pernah ada jeda berpikir dulu, daya ingatnya luar biasa, informasi sumber kitab langsung mengalir dari ingatannya. Kalangan ulama, kiai, habib, ustaz dan mubaligh angkat topi atas penguasaan sumber-sumber kitab klasiknya, semuanya hormat," katanya.
Uniknya dari Ustaz Abdul Somad adalah hubungannya dengan NU. Ia orang NU tapi tidak seperti ulama-ulama NU lainnya yang umumnya berseberangan dengan mainstream atau dengan umat di luar NU.
"Pikiran Abdul Somad tidak mewakili NU tapi mewakili independensi keilmuan dirinya dan umat Islam. Abdul Somad orang NU tapi membenarkan khilafah dengan dasar kutipan kitabnya yang kuat dan juga simpatik pada Erdogan, bahkan mengidolakannya, yang rata-rata orang NU tidak suka," ungkapnya.
Ia menyebut, bila dikelompokkan dengan ulama NU lainnya, mungkin Abdul Somad sejalur dengan KH Hasyim Muzadi yang ketegasannya sama. Suara keduanya mewakili umat Islam bukan hanya mewakili NU, tapi di luar NU tetap diterima.
"Hasyim di jajaran ulama senior, Abdul Somad yunior. Di kalangan para habib NU, Abdul Somad juga diterima karena kedalaman ilmunya," ucapnya.
Bahkan, menurutnya, diundangnya Ustaz Somad ke halaqah habaib NU diberi kesempatan bicara yang menunjukkan ke NU-an Ustaz Somad dan sebelumnya dengan takzim mencium tangan Habib Umar bin Hafidz dan Habib Luthfi Yahya yang kharismatik. "Mungkin Abdul Somad lebih mewakili NU garis lurus bersama Gus Nur tapi beda popularitas, wawasan dan kematangan emosi," jelasnya.
Dosen UIN Sunan Gunung Djati ini mengatakan, kematangan emosi Somad bahkan jauh dibandingkan dengan Ketua PBNU sendiri, Aqil Siradj. Tak heran, sebagian kalangan NU ada yang mengharapkan Abdul Somad memimpin NU menggantikan Aqil Siradj.
"Prediksi saya, bila itu terwujud, citra NU di masyarakat Muslim non NU akan jauh membaik yang selama ini seolah selalu menempatkan diri harus selalu berseberangan dengan gairah keislaman baru yang sedang berkembang," ucapnya.
"Di luar NU, Abdul Somad juga pernah sowan ke Amien Rais di Yogyakarta yang merepresentasikan pemimpin senior Muhammadiyah, profesor dan cendekiawan Muslim senior yang tetap konsisten di sayap kritis atas penyelenggaraan pemerintahan," ungkapnya.
Menurutnya, dengan tawadhu dan pengakuan kepada Amien Rais, Abdul Somad meminta nasehat. Amien Rais pun memberinya nasehat agar Abdul Somad berhat-hati untuk tidak menjadi ulama yang datang ke penguasa dan mengetuk-ngetuk pintu istana.
Bukan mustahil, sarjana alumni Mesir dan Maroko yang kurus, cerdas, tegas, berilmu dan independen ini, akan menjadi pemimpin alternatif Islam Indonesia masa depan yang diterima semua golongan.
Ia menyebut, sosok Abdul Somad jarang ada pada ulama-ulama lain yang selama ini dikenal. Ceramah-ceramahnya padat ilmu dan humor-humornya segar.
"Ia tegas tapi fleksibel, militan tapi juga kultural. Dalam diri Abdul Somad ada kultur NU, ada kemajuan Muhammadiyah, ada nahyi munkar FPI, ada aspirasi para habib, ada penerimaan pada khilafah bahkan ada nuansa salafi-wahabi," jelasnya.
"Lengkap sudah ulama yang satu ini dan, sekali lagi, bukan mustahil, inilah sosok pemimpin Islam Indonesia masa depan yang selama ini sulit dicari," katanya.