REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Ummi Maktum hanyalah lelaki biasa dari Makkah. Kedua matanya buta sejak kecil. Tidak banyak yang diketahui dari sosok ini sebelum masa kedatangan Islam. Namanya mulai tercatat dalam sejarah ketika Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi di kota kelahirannya.
Waktu itu, Rasulullah SAW kerap membuka majelis ilmu di kediaman Ibnu al-Arqam. Yang datang dari pelbagai golongan, mulai dari kaum papa hingga saudagar rekan dagang Nabi SAW.
Orang-orang lemah, seperti Ibnu Ummi Maktum datang secara diam-diam ke rumah Ibnu al-Arqam untuk mendengar penuturan Rasulullah, sosok yang sejak belia sudah bergelar al-Amin (orang paling terpercaya).
Seperti dinarasikan dalam kitab Shuwar min Siyar ash-Shahabiyyat (2015) karya Abdul Hamid as-Suhaibani, Ibnu Ummi Maktum begitu terpesona mendengarkan ayat suci Alquran yang disampaikan Nabi Muhammad dalam majelis tersebut.
Firman Allah langsung turun ke hatinya dan memberikan ketenangan dalam diri lelaki buta itu. Ibnu Ummi Maktum merupakan salah satu yang pertama-tama memeluk Islam sebelum Nabi melakukan dakwah secara terang-terangan.
Pada akhirnya kondisi Makkah benar-benar tidak kondusif untuk penyebaran risalah Islam. Kaum kafir Quraisy sangat semena-mena membatasi hak warga Makkah yang telah menjadi Muslim. Saat itulah, Allah telah mengizinkan Rasulullah mengadakan hijrah. Apalagi, sejumlah utusan dari Yastrib (nama Madinah sebelumnya) sudah mendatangi Rasulullah dan melakukan sumpah setia (baiat).
Ibnu Ummi Maktum berserta istri dan anaknya termasuk golongan Muslim Makkah yang berpindah ke Yastrib sebelum hijrahnya Rasulullah SAW. Di Madinah, Ibnu Ummi Maktum lebih dikenal dengan nama Abdullah bin Qais.
Ibnu Ummi Maktum mencintai Rasulullah melampaui diri dan keluarganya. Tapi, sosok sahabat Nabi ini cukup mengemuka setelah sebuah kejadian yang menjadi konteks turunnya surah Abasa ayat 1-4.
Menurut Ibnu Katsir, beberapa ahli tafsir Alquran menyebutkan bahwa suatu hari Rasulullah sedang berbicara dengan salah seorang pemuka Quraisy yang diharapkan berpindah agama kepada Islam.
Saat itu, tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum masuk ke dalam ruangan dan bertanya kepada Nabi ihwal Islam. Lelaki buta itu tak tahu dengan siapa Rasullulah sedang berbicara, sehingga ia mengajukan pertanyaannya berulang kali.
Sekilas, Rasulullah menampakkan wajah masam di hadapan Ibnu Ummi Maktum dan berpaling darinya untuk meneruskan pembicaraan dengan pemuka Quraisy tersebut. Maka, turunlah firman Allah SWT, surah Abasa ayat 1-4:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Sesudah peristiwa tersebut, Rasulullah SAW menjumpai lagi Ibnu Ummi Maktum dan memeluknya dengan hangat.
Di Madinah, Ibnu Ummi Maktum bertugas mengumandangkan azan. Soal tugas yang satu ini, ia mendampingi tugas Bilal bin Rabah. Khususnya, selama Ramadhan, Rasulullah SAW membagi tugas azan itu sebagai berikut.
Saat azan dikumandangkan oleh Bilal maka itu adalah tanda amaran agar orang-orang yang sedang sahur menyadari sebentar lagi masuk waktu Subuh.
Demikian pula, azan ini untuk membangunkan orang-orang. Kemudian, azan dikumandangkan Ibnu Ummi Maktum sebagai tanda dimulainya waktu menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkan puasa.
Rasa cinta Ibnu Ummi Maktum kepada Rasulullah diwujudkan dalam banyak hal. Salah satunya, ketika terjadi peristiwa pembunuhan atas seorang wanita Yahudi yang merupakan pemilik rumah tempat tinggal Ibnu Ummi Maktum.
Sesungguhnya, sikap wanita tersebut kepada diri Ibnu Ummi Maktum dan keluarga amat ramah. Namun, sering kali lisan wanita ini mencela diri Rasulullah di hadapan Ibnu Ummi Maktum. Akhirnya, Ibnu Ummi Maktum mendatanginya dan membunuhnya.
Ibnu Ummi Maktum menghadap Nabi dan berkata, Demi Allah, dia memang bersikap lembut kepadaku, tetapi dia menyakitiku terkait Allah dan Rasul-Nya. Nabi menjawab, Semoga Allah menjauhkan wanita itu. Aku telah membatalkan darahnya.
Ibnu Ummi Maktum belajar Alquran dengan cara menyimaknya. Khususnya, ketika Rasulullah mendiktekan beberapa ayat Alquran kepada para sahabat untuk dihafalkan.
Syahid
Satu keinginan dari Ibnu Ummi Maktum yang belum jua terlaksana adalah ikut berjihad bersama pasukan Muslimin. Ia terkendala kekurangan fisiknya. Rasulullah meminta agar orang Islam yang memiliki uzur tidak perlu ikut berperang. Tapi, hati Ibnu Ummi Maktum tetap bergeming. Di sela-sela waktunya, ia kerap berlatih perang-perangan dengan sejumlah pemuda Muslim.
Hingga, satu hari, peperangan terjadi di Qadisiyah, Irak. Pasukan kaum Muslim berangkat ke sana dalam pimpinan Saad bin Abi Waqqash. Adapun dari pihak lawan, pasukan Romawi dipimpin Rustum. Ibnu Ummi Maktum berseru, Wahai para kekasih Allah! Wahai para sahabat Muhammad! Wahai para pahlawan peperangan! Serahkanlah panji kepadaku karena aku ini laki-laki buta yang tidak bisa kabur dan tegakkanlah aku di antara dua barisan! Maka, Ibnu Ummi Maktum diizinkan masuk ke dalam pasukan Islam untuk memerangi Rustum dan bala tentaranya. Dalam peperangan ini, Abdullah bin Ummi Maktum gugur sebagai syahid.