Selasa 14 Nov 2017 05:48 WIB

Manusia Modern Butuh Tasawuf yang Transformatif

UIN Ar-Raniry Banda Aceh menggelar seminar internasional membahas kontribusi tasawuf bagi peradaban.
Foto: Dok UIN Ar-Raniry
UIN Ar-Raniry Banda Aceh menggelar seminar internasional membahas kontribusi tasawuf bagi peradaban.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry menyelenggarakan seminar internasional tentang kontribusi tasawuf dalam membangun peradaban modern. Seminar yang menghadirkan pembicara dari berbagai negara ini berlangsung di aula utama lantai III Biro Rektor UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Senin (13/11).

Siaran pers UIN Ar-Raniry yang diterima Republika.co.id, Senin (13/11) menyebutkan, seminar tersebut  dibuka oleh Wakil Rektor I UIN Ar-Raniry, Dr Muhibuthabry  MAg yang mewakili Rektor  Prof  Dr Farid Wajdi Ibrahim MA.

Dari luar negeri, pembicara yang diundang yaitu Dr Muammar Ghaddafi Hanafiah. Ia menyampaikan presentasi dengan judul “Pemetaan Sanad Tarekat Rohani Syiah Kuala”.

 

Berikutnya yaitu Prof Madya Dr M. Syukri Yeoh  menyampaikan materi tentang “Manhaj Tarekat Rohani Syiah Kuala”. Keduanya berasal dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Juga ada Prof Madya Dr Arief Salleh Rosman dari UTM Malaysia dengan judul “Amalan Tahlil Yasin Syiah Kuala”.

 

Sementara dari dalam negeri, para pembicara antara lain Dr Damanhuri Basyir, MAg dari UIN Ar-Raniry yang menyampaikan makalah dengan judul “Falsafah Zikir Tarekat, Kajian Kitab Umdat karya Abdurrauf As-Singkili”. Selanjutnya dr Muhammad Sofyan dari UIN Sumatera Utara yang membahas makalah berjudul “Dari Tasawuf menuju peradaban, telaah terhadap 44 wasiat Tuan Syeikh Abdul Wahab Rokan”.

Selain itu juga terdapat pemakalah lainnya darii UIN Gunung Djati, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Malikussaleh, IAIN Malikussaleh dan sejumlah nama lainnya dari UIN Ar-Raniry seperti Dr Jabbar Sabil, MA yang mempresentasikan makalah berjudul “fitrah sebagai kerangka epistemologis intergrasi fiqh dan tasawuf”.

Prof Dr Syamsul Rijal yang tampil sebagai keynote speaker (pembicara kunci) mengatakan, manusia modern memiliki cara berfikir rasional, pengembangan ilmu yang semakin dinamis, sikap hidup pun cenderung dinamis dan futuristik.

“Namun, di samping hal yang menggembirakan tersebut, kecenderungan kehidupan kontemporer itu sekaligus juga menyeret manusia menjauh dari Tuhan, terjadinya kegersangan spirutal, kecenderungan hidup yang hedonis dan pragmatis, persaingan yang mengacu pada transpersonal, terjadinya ketidakseimbangan hidup yang menghilangkan esensi kemanusiaan. Semua akan menemukan substansi jati diri dengan pendekatan tasawuf transformatif, “ ujar Prof Syamsul Rijal.

Sementara itu, tambah Syamsul Rijal, kompleksitas eksistensi manusia tidak bisa dilepaskan deari  nilai transendental. Manusia butuh sikap mistis, mendekatkan diri dengan Tuhannya, bukan sebaliknya superioritas rasional yang menjauhkan diri mereka dari  Tuhannya.

“Di sinilah substansi tasawuf menjadi penting, di mana sikap muraqabah,  membangun kedekatan manusia dengan Tuhan,  haruslah bersifat transformatif. Yakni, sosok personalitas itu haruslah memiliki kesadaran sosial dalam bentuk membangun kepedulian transpersonal dalam kohesi sosial yang kokoh yang terbangun oleh karena nilai transendental yang dimiliki oleh manusia itu sendiri,“ kata Prof Syamsul Rijal.

Ketua panitia acara, Dr Damanhuri Basyir MAg mengemukakan beberapa landasan penyelenggaraan seminar ini, antara lain yaitu karena terjadinya krisis hubungan manusia dengan sang Khalik (Pencipta) yang akhirnya melemahkan moral dari pribadi-pribadi umat. Ia menambahkan, terjadinya kritis ukhuwah yang ditandai  lemahnya semangat persatuan umat, serta terjadinya krisis hubungan agama Islam dengan negara.

“Atas realitas persoalan ini, di sini kita harapkan para ulama tasawuf agar berfungsi sebagai muaddib, atau pendidikan yang berlandaskan pada konsep tarbiyah ala minhajin nubuwah. Ulama diharapkan dapat mendidik sehingga bisa meningkarkan kualitas keberagaman umat. Ulama, juga diharapkan tampil sebagai pemersatu, sekaligus sebagai pembaharu yang membawa semangat perubahan melalui semangat keadilan dan kebijaksanaan,“ ujar Dr Damanhuri.

Damanhuri juga menjelaskan, kegiatan seminar internasional ini diberi nama ISTANA-I. Terdapat 33 pemakalah yang akan tampil dengan sesi masing-masing pemakalah di tiga ruangan paralel di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Dr  Mubuthabry  MAg dalam sambutannya berharap agar fakultas Uhusuluddin bisa mengambil langkah cepat dalam membangun kreativitas dosen dan mahasiswa. Ia berharap, Fakultas Ushuluddin suatu saat menjadi pilot project pengamalan tasawuf yang integratif.

“Dalam konteks dunia modern, integrasi lahiriyah dan batiniyah menjadi hal yang sangat penting dalam menuju insan kamil. Saya berharap, kalau kita ingin lihat karakter manusia yang baik, maka lihatlah di Ushuluddin. Kalau ingin melihat mahasiswa yang hafizh dan menguasai ilmua-ilmu Alquran, maka pergilah ke Ushuluddin, “ ujar Muhibuthabry berharap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement