Selasa 10 Oct 2017 20:00 WIB

Jejak Kekuasaan Islam di Eropa

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Masjid Agung Cordoba, Spanyol.
Foto: en.wikipedia.org
Masjid Agung Cordoba, Spanyol.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Islam pernah berkuasa di Eropa selama berabad-abad. Kekuasaan Islam datang dan pergi, meninggalkan catatan dalam sejarah, sebagiannya meninggalkan torehan hitam dan di penggalan lain menyisakan kegemilangan dan warisan berharga untuk kemajuan Eropa, meski kerap dinafikan.

Dalam mukadimahnya, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa jika Tuhan berkehendak memberangus peradaban, mereka akan diuji dengan seberapa jauh konsisten dan komitmen memegang nilai dan moralitas tersebut di saat kemaksiatan merebak di mana-mana. "Inilah yang terjadi terhadap runtuhnya peradaban Islam di Andalusia, Spanyol," tulis Ibn Khaldun. 

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah (661-750) perluasan wilayah kekuasaan khilafah Islamiyyah (lembaga pemerintahan dalam Islam) dilakukan ke timur, utara, dan barat. Perluasan ke utara dilakukan dengan menyerang wilayah Kekaisaran Bizantium.

Menurut Tufik Abdullah dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, dijelaskan Bani Umayyah juga memperluas wilayah kekuasaan ke Semenanjung Iberia (Andalusia atau Spanyol) yang dikuasai oleh Bangsa Gothia. Perebutan wilayah kekuasaan dipimpin oleh panglima perang Tariq bin Ziyad. Ia berhasil menaklukan Kota Cordoba, Granada, dan Toledo yang merupakan ibu kota Visigoth.

Selanjutnya, Bani Umayyah berhasil menaklukan Sevilla, Zaragoza, dan Barcelona. Daerah Aragon dan Castillia juga bertekuk lutut. Sesuudah itu, menuju ke timur laut sampai pegunungan Pyrenia. Penaklukan terhenti karena Khalifah al-Walid memanggil pasukan pulang ke Damaskus.

Kekuasaan Umayyah yang didirikan oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan hanya mampu bertahan sekitar 90 tahun. Banyak faktor yang mengakibatkan kelemahan dan kejatuhan Bani Umayyah. Pertama, konflik berkepanjangan dalam keluarga besar Umayyah. Situasi semakin diperparah dengan naiknya beberapa khalifah yang lemah, boros, dan zalim. Hal ini menimbulkan rasa benci masyarakat dan ulama, sehingga wibawa pemerintahan pusat semakin rusak.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam juga pernah berjaya di Eropa. Namun, menurut Finer, S E (1999-01-01) dalam The History of Government from the Earliest Times: Volume II, pada akhir abad kedelapan Dinasti Abbasiyah terasing dan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan atas Al-Andalus (Spanyol) dan Maghreb (Maroko).

Kekuatan politik para khalifah sebagian besar berakhir dengan munculnya Buwaihi dan Turki Saljuk. Meskipun kepemimpinan Abbasiyah atas kerajaan Islam yang luas secara bertahap dikurangi menjadi fungsi agama seremonial, dinasti mempertahankan kontrol atas demesne Mesopotamia. Ibu kota Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, budaya, filsafat, dan penemuan selama masa kejayaan Islam.

Sementara itu, Marshal Hoghson ahli sejarah peradaban Islam dalam bukunya  The Venture of Islam menyebutkan, keruntuhan Dinasti Abbasiyah dikarenakan adanya pergeseran orientasi watak peradaban yang berkembang di dunia Islam. Menurutnya, kecenderungan militerisme dan ekspansi wilayah kekuasaan muncul sebagai ciri utama peradaban Islam menyusul tampilnya supremasi politik bangsa Mongol dan Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement