REPUBLIKA.CO.ID, MOROWALI UTARA -- Mengawal dakwah di pedalaman tidak bisa dilakukan sendirian. Hal itulah yang mendorong Baitul Maal Hidayatullah (BMH) dan Pos Dai bersinergi mengawal dakwah di Suku Wanna, Sulawesi Tengah.
Melalui program Qurban Masuk Desa, BMH dan Pos Dai menurunkan tim yang terdiri dari empat orang untuk mengawal program tersebut. Mereka menyeberangi sungai dengan Jonder menuju Lijo tempat pemberangkatan ke Fatu Marando, Rabu (30/8).
Tim dipimpin oleh Ustadz Abdul Muhaimin (47 tahun). Dai yang malang melintang di dunia dakwah di wilayah Sulawesi Utara dan Tengah ini menjadi sosok yang sangat dinanti-nantikan warga Suku Wanna di Dusun Fatu Marando, Desa Salubiro, Kecamatan Batu Rube, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Siaran pers BMH yang diterima Republika.co.id, Senin (4/9) menyebutkan, sebanyak 140 kepala keluarga (KK) Suku Wanna yang tersebar di beberapa dusun, seperti Dusun Fatu Marando, Wonsa, Salubiro, Sangilo, Fatangilo, Wempanapa dan Lijo, telah mendapatkan daging kurban.
“Alhamdulillah, pada Idul Adha 1438 H ini semua kebagian daging sapi. Yang kami sangat senang semua dusun datang. Padahal mereka harus jalan kaki dengan jarak terdekat membutuhkan waktu perjalanan selama setengah hari,” terang Muhaimin.
Ayah tujuh anak itu juga mengatakan bahwa untuk perjalanan Salubiro ke Fatu Marando dibutuhkan waktu tempuh jalan kaki selama satu hari. “Itu belum Salubiro, seharian itu orang jalan,” ucapnya.
Atas dilaksanakannya kurban di Dusun Fatu Marando tersebut, Kepala Suku Wanna yang memimpin seluruh KK di Fatu Marando mengaku sangat bahagia. “Kami sangat senang, semua bisa makan daging. Kami senang Islam ada seperti ini,” ungkapnya sebagaimana diterjemahkan oleh Papa Frans yang merupakan mualaf suku Wanna.
Sebagai informasi, untuk sampai ke Dusun Fatu Marando, tim BMH dan Pos Dai harus melakukan perjalanan darat dan air. “Di darat kami berangkat dari Pandawuke, Morowali Utara, menuju Lijo, Rabu (30/8). Itu menaiki gunung sampai puncak tertinggi dengan kondisi jalan penuh lumpur dan kanan kiri jurang,” kata Humas BMH Imam Nawawi.
Ia menambahkan, sebelum tiba di Lijo ada empat sungai harus diseberangi. Jika banjir datang, praktis mobil off road pun tidak mampu menembus Lijo. Nanti setelah di Lijo, semua harus naik ketinting melawan arus menuju hulu sungai Bongka. Lama waktu tempuh enam jam.
“Untuk sampai ke lokasi, dibutuhkan paling tidak enam jam lamanya perjalanan dengan kewaspadaan tingkat tinggi. Sebab sedikit lengah, ketinting bisa oleng, terbawa arus dan terbalik,” ujarnya.
Acara puncak adalah Jumat (1/9) yang merupakan Idul Adha. “Warga Suku Wanna ikut sholat Idul Adha di posko pembinaan mualaf. Kemudian kami melakukan pemotongan hewan kurban dan pembagian daging kurban kepada warga suku Wanna tersebut,” papar Imam Nawawi.