REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Tragedi kemanusiaan atas pembantaian warga Rohingnya di Myanmar mengundang simpati dari warga Nusa Tenggara Barat (NTB). Warga NTB memanfaatkan momentum hari raya Idul Adha untuk berbagi kepada korban kekerasan di Myanmar melalui infak dalam setiap kotak amal yang ada di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center NTB, saat shalat Idul Adha dan shalat Jumat di masjid kebanggaan warga NTB tersebut.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center NTB, Abdul Mukhti mengatakan, jumlah infak yang terkumpul selama shalat Idul Adha dan shalat Jumat mencapai puluhan juta. "Hasil perhitungan infak saat shalat Idul Adha dan shalat Jumat berjumlah Rp 65 juta," ujar Mukhti di Mataram, NTB, Jumat (1/9).
Nantinya, lanjut Mukhti, hasil infak ini akan disalurkan seluruhnya bagi warga Rohingnya melalui Dompet Dhuafa. Sebelumnya Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi sesaat sebelum prosesi Shalat Idul Adha di Masjid Hubbul Wathan dilakukan, mengajak jamaah untuk berinfak membantu penderitaan yang dialami warga Rohingnya.
"Jumat ini, semua kotak amal saat shalat Idul Adha dan shalat Jumat nanti diarahkan bagi saudara kita warga Rohingnya yang sedang dapat cobaan luar biasa, mudah-mudahan bisa membantu," ujar pria yang dikenal dengan Tuan Guru Bajang (TGB), Jumat (1/9).
TGB mengatakan hal ini merupakan kontribusi nyata dari warga NTB terhadap warga Rohingnya yang sedang dalam kesulitan akibat pembantaian yang terus menerus terjadi.
"Mari kita ingat pesan Rasulullah SAW, orang beriman ibarat satu tubuh," ungkap TGB.
Atas dasar ini, TGB mengajak seluruh jamaah pada shalat Idul Adha kali ini mengikhlaskan sedekah yang diterima Masjid Hubbul Wathan untuk disalurkan ke Rohingnya.
"Kita niatkan infak itu sebaik-baiknya persaksian kita sebagai umat. Semoga Allah SWT angkat cobaan bagi etnis Rohingnya," kata TGB.
TGB juga tidak sependapat tentang permintaan Myanmar agar Indonesia tidak ikut campur. Menurut TGB, pembantaian, dari segi apapun tidak bisa dibenarkan. TGB mengingatkan, bahwa persoalan dengan dimensi keagamaan mempunyai sisi potensial tidak hanya menjadi masalah Myanmar semata melainkan juga menjadi masalah regional bahkan internasional.