Senin 28 Aug 2017 10:42 WIB

Aksi LAZ Al Azhar Membuka Jalan Kehidupan di Desa Rannaloe

Perangkat Desa Rannaloe bersama tim LAZ Al Azhar.
Foto: Dok LAZ Al Azhar
Perangkat Desa Rannaloe bersama tim LAZ Al Azhar.

REPUBLIKA.CO.ID, GOWA -- Tak berharap sampai diaspal mulus atau jalan beton. Memiliki jalan tanah yang cukup lebar dan bisa dilalui kendaraan bermotorpun sudah sangat berbahagia.

Sungguh kondisi yang sangat jauh berbeda dengan masyarakat ibukota yang sedikit-sedikit mengeluh saat mendapati jalan yang berlobang.

Bagi masyarakat Desa Rannaloe, Kecamatan  Bongaya, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan -- yang hidup di pedalaman hutan di puncak pegunungan --  memiliki jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat itu sungguh suatu impian besar. Topografi yang berbukit terjal dan tanah yang berbatu besar merupakan tantangan tersendiri. Jalan setapak saja seperti naga meliuk. Kadang jantung berdetak kencang saat di sisi kiri jurang terjal dan sisi kanan hidung pun sudah terantuk batu.

“Kondisi seperti ini menjadi kesulitan bagi petani saat masa panen. Kegiatan Tuai Angkut hasil tani menjadi tak maksimal dan harga pun rendah karena ongkos angkut dan distribusi yang mahal,” kata Direktur LAZ Al Azhar Sigit Iko Sugondo dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (27/8).

Desa Rannaloe  adalah salah satu Desa Gemilang dari 33 desa gemilang binaan LAZ  Al Azhar yang tersebar di 11 provinsi. Sigit bersama tim LAZ Al Azhar terjun ke Desa Rannaloe dalam ranga pembangunan jalan, Sabtu (26/8).

Sigit menambahkan, biasanya para petani membuat saung-saung (baruga) di ladang-ladang mereka untuk menampung hasil tani sementara hingga selesai masa tuai. “Di sini pula saya bisa menyaksikan kearifan lokal bentuk-bentuk beruga,” tuturnya.

Ia menjelaskan, semua beruga memang berbentuk rumah panggung, namun lantai dan dindingnya berbeda-beda sesuai komoditas yg disimpan. Jika utk menyimpan jagung, maka lantai dan dinding dibuat jarang agar sirkulasi udara bisa baik utk membantu proses pengeringan.

Lain halnya jika digunakan untuk menyimpan gabah dan labu parang, dinding dan lantai dibuat lebih rapat. “Lantai dan dinding terbuat dari bambu yang saya sebut namanya  “telupuh”  (Jawa) atau  “talupuh” (Sunda).

Kendala saat tuai angkut inilah yang membuat masyarakat desa Rannaloe bertekat kuat untuk mewujudkan jalan yang lebih memadai.  “Dengan  harapan, jika jalan sudah memadai dan proses tuai angkut sudah lebih baik, maka lahan-lahan yang tersedia akan lebih produktif dan penjualan hasil juga lebih cepat, kesejahteraan makin meningkat,” ujarnya.

Dikomandoi Kepala Desa Rannaloe, Kamaludin,  difasilitasi dai pendamping desa (Dasamas) Pendamping dan seluruh masyarakat desa, mereka bergotong royong membuka jalan setapak menjadi jalan dengan lebar tiga  meter menembus hutan.

Jalan yang baru dibuka itu panjangnya sekitar 2,5 km. Jadi total panjang jalan menjadi sekitar  7 km (jalan lama sepanjang 4,5 km sudah dipasangi batu).

“Semangat kebersamaan dalam mewujudkan mimpi bersama inilah yang menjadi modal kuat. Atas izin Allah kini jalan itu sudah terbuka lebar. Meski jalan tanah tapi membuka berkah,”  tuturnya.

Sigit menjelaskan, selain berada jauh dari kota, Desa Rannaloe yang berada  di puncak pegunungan dengan topografi ekstrem ini menjadikan desa ini terisolir. Bukan hanya kendala dalam tuai angkut hasil tani, tetapi mengakses sarana kesehatan menjadi sulit, sehingga sering ditemui kasus kematian ibu melahirkan dan balita.

Laz Al Azhar menempatkan dai pendamping desa (Dasamas) dan Bidan Gemilang di desa ini. Mendirikan posyandu yang didalamnya juga berfungsi sbagi wahana ilmu yang melayani Kelas Ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, penanganan paska melahirkan, layanan tumbug kembang anak dan manula hingga edukasi kesehatan lingkungan.

Pemanfaatan pekarangan dan sanitasi juga menjadi prioritas sehingga ketersediaan pangan dan nutrisi bisa dilakukan secara mandiri dan pola hidup bersih dan sehat bisa terwujud. Setiap rumah memiliki sarana MCK dan air bersih juga cadangan pangan untuk sekian waktu ke depan.

Desa Gemilang Rannaloe telah bertransformasi menjadi desa yang mandiri nutrisi dan berhasil menurunkan angka kematian ibu hamil dan balita. Juga menjadi juara desa dalam lomba kebersihan lingakungan yang mewakili kecamatan Bongaya.

“Tahun ini kita mulai masuk ke sektor ekonomi dengan memperbaiki sub sistem distribusi dan transportasi hasil pertanian,” ungkap Sigit Iko Sugondo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement