Sabtu 19 Aug 2017 23:51 WIB

Diagnosis Penyakit Kalbu

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Pertobatan yang sungguh-sungguh dan disertai penyesalan pasti diterima Allah SWT.
Foto: Blog.febc.org
Pertobatan yang sungguh-sungguh dan disertai penyesalan pasti diterima Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menyifati tafakur dengan kunci segala nur dan dasar mencari penglihatan kalbu. Manusia, terang sang imam, hendaknya memeriksa empat perkara kala ia bertafakur. Pertama, tentang maksiatnya. Coba kita teliti setiap bangun tidur, apakah anggota badan kita melakukan maksiat kemarin? Coba periksa mulut, berapa kalimat candaan yang melukai hati saudara sendiri? Tanya kaki, melangkah ke tempat buruk atau ke tempat mulia dengan niat riya?

Lalu kita berpikir jika ternyata ada anggota badan kita yang melakukan hal-hal yang tidak disukaiAllah. Kita berpikir ada dalil-dalil dari kitabullah dan sunah Rasul-Nya yang mengancam dosa-dosa yang tubuh lakukan. Kemudian kita berpikir bagaimana kita akan menjaga tiap jengkal tubuh kita dari perbuatan maksiat. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan duduk sejenak, bertafakur, meneliti, dan jujur pada diri sendiri.

 

Kedua, tentang perbuatan taat. Kita layak bertanya apakah shalat fardhu kita sudah sempurna kita tunaikan? Kita berpikir bagaimana menyempurnakan shalat fardhu dengan shalat sunah, kita berpikir tentang keutamaan dan fadilah berbuat taat. Pada akhirnya, kita memiliki azam yang kuat untuk tak absen pada ketaatan.

Ketiga, tentang sifat-sifat yang membinasakan. Imam Ghazali menerangkan, sifat yang membinasakan tempatnya di kalbu. Lantas kita harus bertanya, apa saja sifat membinasakan yang saat ini nyaman tinggal di kalbu kita? Sombongkah, iri, riya, kikir, nafsu syahwat, marah, atau buruk sangka masih berjubel menyesakkan kalbu.

Tafakur adalah diagnosis penyakit kalbu. Secepat kita tahu apa penyakit, kita lebih paham apa  obatnya.

Terakhir, berpikir tentang sifat-sifat yang menyelamatkan. Tobat, sabar, syukur, takut, harap, zuhud,  ikhlas, dan sifat-sifat yang menenangkan adalah penyelamat. Mengetahui sifat-sifat yang menyelamatkan ini penting. Kita harus memproduksi semua kebaikan dan menyediakan semuanya dalam gudang penyimpanan di hati. Lalu saat kita membutuhkan penawar, tinggal kita keluarkan sifat yang kita butuhkan saat itu.

Berbelanja sifat yang menyelamatkan akan ada hasilnya jika kita sudah memproduksinya. Bagaimana mungkin kita akan mengambil sifat sabar saat ditimpa musibah, padahal kita sama sekali tak mengenal bagaimana sabar itu bekerja.

Selamat datang jiwa-jiwa yang lelah di pemberhentian sejenak tafakur. Isi energi dengan kekuatan tafakur dan tadabur. Sebelum memulai lagi tugas besar mengurus bumi dengan hak perwalian sang khalifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement