Senin 07 Aug 2017 04:51 WIB

Semangat Zaid Bukti Islam Sebarkan Optimisme

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
 Sebanyak 32 replika pedang dan peninggalan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dipamerkan pada Islamic Book Fair, di Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6).  (foto : Septianjar Muharam)
Sebanyak 32 replika pedang dan peninggalan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dipamerkan pada Islamic Book Fair, di Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu ketika, Rasulullah mengumpulkan pasukan di Madinah untuk berjalan ke selatan. Kekasih Allah itu memeriksa satu per satu prajuritnya untuk memastikan apakah sudah siap atau belum. Tiba-tiba Nabi menghentikan geraknya. Dia menatap seorang pemuda yang masih 13 tahun.

Badannya lebih kecil dibandingkan dengan prajurit lain. Dialah Zaid bin Sabit. Meski bertubuh kecil, Zaid mengaku memiliki semangat besar untuk memerangi musuh-musuh Islam demi menegakkan panji Allah. Semangat itu ditunjukkannya dengan membawa pedang berukuran lebih besar dari badannya.

Tanpa takut, Zaid mendatangi Rasulullah. "Aku mengabdikan diriku untukmu, utusan Allah, izinkan aku tinggal bersama Anda untuk melawan musuh-musuh di bawah panji-panjimu, ya Rasul," kata dia. Rasul menatapnya dengan kagum dan menepuk bahunya dengan kelembutan. Nabi menolak Zaid karena masih terlalu muda. Pemuda itu menundukkan kepala, lalu berjalan pergi. Dia memperlihatkan kekecewaan dengan menancapkan pedang nya ke tanah sambil berjalan lambat.

Di belakangnya, sang ibu, Nawat binti Malik merasakan hal sama; sedih dan kecewa. Ibunda Zaid sangat ingin melihat anaknya pergi bersama tentara mujahid dan bersama Nabi. Satu tahun kemudian, Zaid kembali menga j ukan diri menjadi bagian dari tentara Muslim. Saat itu persiapan sedang dilakukan untuk mengadakan pertemuan dengan kaum Quraisy di Uhud. Sekelompok remaja Muslim mendekati Rasulullah lengkap dengan senjata perang berbagai jenis, seperti pedang, tombak, busur panah, dan perisai.

Mereka ingin menjadi tentara untuk menegakkan panji Allah. Di antara mereka adalah Rafi bin Khadij dan Samurah bin Jundub yang memiliki perawakan kuat dan telah cukup usia untuk memegang senjata. Keduanya diizinkan Rasulullah bergabung dengan pasukan lain.

Berbeda dengan Abdullah bin Umar dan Zaid bin Sabit, keduanya masih terlalu muda dan lagi-lagi dianggap belum cukup umur untuk ikut berperang. Rasul berjanji untuk mempertimbangkan mereka menjadi pra jurit pada perang lain. Saat usianya menginjak 16 tahun, sesuai janji Rasul, dia diizinkan berperang. Akhirnya dia membela kaum Muslimin saat Perang Khandaq. Pada saat ikut berperang, Zaid menyadari betapa sulitnya menegakkan panji kebesaran Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement