Selasa 01 Aug 2017 20:03 WIB

UU Sebut Keuangan Haji Hanya untuk Kemaslahatan Umat Islam

Setoran dana haji (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Setoran dana haji (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong mengatakan, rencana pemerintah ingin memanfaatkan dana haji untuk investasi pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, syariah, dan nilai manfaat. Pemanfaatan juga harus sesuai amanah aturan perundangan.

"Kami dari Komisi VIII DPR RI, bukan menolak rencana Pemerintah yang ingin memanfaatkan dana haji untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, dan sebagainya, tapi harus sangat hati-hati dan sesuai amanah aturan perundangan," kata Ali Taher Parasong pada diskusi "Investasi Infrastruktur dari Dana Haji" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (1/8).

Menurut Ali Taher, berdasarkan UU No 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, telah mengamanahkan secara tegas penggunaan dana haji harus memperhatikan beberapa hal. Pada pasal 2 menyebutkan, prinsip pengelolaan keuangan haji berdasarkan azas syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.

Kemudian, pasal 3 menyebutkan, pengelolaan keuangan haji bertujuan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH, serta kemaslahatan umat Islam.

"Dalam persfektif itu, maka aspek legalitasnya sudah jelas, bahwa keuangan haji hanya untuk diperuntukan bagi jamaah haji dan kepentingan umat Islam," katanya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengutip pasal 26, menyebutkan pengelolaan keuangan haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam. Kemudian pada pasal 48, kata dia, menyebutkan, penempatan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.

"Amanah pasal ini harus disikapi secara hati-hati oleh BPKH (Badan Pengelolaan Keuangan Haji) yang baru terbentuk," katanya.

Pada pasal 48 ayat 2 menyebutkan penempatan investasi keuangan haji sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan nilai manfaat dan liquiditas. Ali Taher juga mengingatkan, BPKH baru dibentuk dan belum ada lembaga operasionalnya serta belum memiliki kerangka programnya.

Menurut dia, pertanyaan berikutnya, penggunaan keuangan haji untuk investasi pembangunan infrastruktur, maka Pemerintah akan mendelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum tentu profit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement