Senin 05 Jun 2017 11:43 WIB

Keanggunan Tradisionalisme di Tengah Keangkuhan Modernitas

Tim Tidim LDNU
Foto:
tim Tidim LDNU, LazisNU, dan aktivis dari berbagai lembaga filantropi asal Indonesia.

Setibanya di Hong Kong, paginya sekitar pukul 9.30 waktu setempat, kami berkumpul di PCI NU Hong Kong untuk mendiskusikan langkah-langkah strategis untuk pengembangan dakwah NU di Hong Kong. Ada 2 hal yang membuat saya begitu bangga plus terbangunkan ghirah khidmah-nya sebagai warga NU.

Pertama, betapa antusiasnya para pengurus NU disini, baik itu pengurus PCI NU maupun LazisNu. Bayangkan semua aktivis NU di Hong Kong adalah para Buruh Migran Indonesia yang meluangkan waktu, tenaga, pikiran bahkan uangnya untuk keberlangsungan dakwah NU di Hong Kong!

Kami anggota TIDIM (Tim Da’I Internasional & Media) yang berjumlah 5 orang dari Indonesia datang malam hari dan pagi-pagi musyawarah dengan mereka, sedikit pun tidak ada sesuatu yang berarti dari kami, tapi mereka bisa berkumpul serempak dari berbagai wilayah di Hong Kong ini itu merupakan sesuatu yang sangat istimewa!

Mereka harus mengerjakan tugas hari itu di rumah majikannya, harus mengeluarkan ongkos, dan harus izin karena hari Selasa bukan hari libur!

Terlebih kabar yang membuat kami sangat terkejut adalah keberadaan kantor PCI NU yang merangkap sebagai kantor LazisNu plus mushola An-Nahdloh itu ternyata hasil gotong-royong dari para pengurus dan warga nahdliyyin Hong Kong secara mandiri.

Anda tahu nilai sewa per bulannya? Kalau di-kurs rupiah-kan sebesar Rp. 30.000.000/bulan, belum termasuk air dan listrik, berikut catering! Allahu Akbar!!

Tidak kalah mengejutkan, ternyata program fundrising yang digulirkan LazisNu Hong Kong tidak sebagaimana fundrising lainnya yang mengumpulkan dana dari luar negeri untuk disalurkan di Indonesia, melainkan murni pengumpulan dana “Dari BMI Hong Kong oleh BMI Hong Kong untuk BMI Hong Kong itu sendiri”.

Dengan tiga program utamanya, yaitu: 1. Pemberdayaan BMI dalam bidang keagamaan, pendidikan, keterampilan. 2. Bantuan untuk bidang ekonomi, bantuan advokasi, bantuan enterpreunership dan bantuan kematian. 3. Pendirian shelter LazisNu Hong Kong.

Alhamdulillah, walaupun Hong Kong dilingkupi dengan gemerlap metropolitan, kecanggihan teknologi dan keangkuhan modernitas, namun tidak melunturkan keanggunan pribadi yang berbalut kultur tradisional. Kalaulah dulu Prof. DR. BJ. Habibie pernah menggaungkan jargon “Berhati Mekkah, berotak Jerman dan berkepribadian Indonesia”, maka izinkan saya untuk menyembulkan jargon “Berwawasan global namun tetap berkepribadian lokal”. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement