Sabtu 27 May 2017 17:00 WIB

Penguasa Tetapkan Upah, Bolehkah?

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Pekerja menyelesaikan proyek pelebaran jalur wisata menuju Banten Selatan di Kampung Baru, Curug, Serang, Banten. (ilustrasi).
Foto:
Buruh petani (ilustrasi)

Imam al-Munawi mengatakan, seorang majikan yang menunda pemberian gaji berarti ia sudah melakukan kezaliman kepada pekerjanya. "Diharamkan menunda pemberian gaji, padahal ia mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering," demikian disebutkan al Munawi dalam Faidhul Qodir (Jilid 1: hal 718).

Imam al-Munawi berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman." (HR Bukhari Muslim). Majikan yang suka menunda-nunda gaji para karyawannya sebenarnya mendapatkan ancaman serius dalam jinayah hukum Islam. Menurut al-Munawi, majikan tersebut halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman. Halal kehormatannya bermakna sang majikan halal untuk dibuka kebijakannya tersebut ke hadapan publik.

Sheikh Yusuf Qaradhawi menjelaskan, tanggung jawab pemerintah dalam Islam merupakan tanggung jawab mutlak. Rasa tanggung jawab ini membuat Umar bin Khattab pernah berkata, "Jika ada seorang anak kambing binasa di tepi sungai Furat, saya merasa akan dimintai pertanggunjawaban di hadapan Allah pada hari kiamat." Kalimat Umar ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW bahwa penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Pemerintah pun memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia. Itu menjadi salah satu tujuan luhur dalam Islam. Karena itu, Islam memiliki perhatian khusus terhadap tegaknya keseimbangan antara penguasa dan rakyat, antara majikan dan buruh. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.."(QS an-Nisa: 58).

Sheikh Qaradhawi juga menjelaskan, syariat Islam berusaha untuk mencegah kemudaratan yang akan terjadi pada seseorang atau mencegah seseorang yang akan menimbulkan kemudharatan kepada orang lain. Sesuai dengan hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah yang mengungkapkan bahwa tidak boleh membuat mudarat kepada orang lain dan merugikan diri sendiri. Itulah yang menyebabkan bahwa semua undang-undang dan peraturan untuk mencegah dharar ditolerir oleh Islam. Aturan tersebut pun dianggap sesuai dengan kaidah syariat. Contohnya ada pada aturan sistem upah minimum tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement