Ahad 30 Apr 2017 06:17 WIB

Membumikan Islam di Selatan Jawa Sepanjang 600 Tahun

Masjid Pathok Nagari Ploso Kuning, Yogyakarta.
Foto:
Pesantren Leler Banyumas, Jawa Tengah.

Sedangkan, pengaruh jaringan ulama Cirebon juga terlacak di wilayah itu, terutama di pondok pesantren yang letaknya mulai mendekati arah kawasan pantai utara. Di Pesantren Jombor, yang ada di Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pesantren ini didirikan oleh KH Abdussomad. Salah satu cucu Mbah Abudssomad adalah cendekiawan kondang yang menjadi khatib syuriah PBNU KH Masdar Farid Mas'udi.

"Jaringan ulama ini terkait dengan ulama dari Kesultanan Demak dan Cirebon. Dulu wilayah ini masuk Kadipaten Pasir Luhur yang merupakan 'wilayah yang dalam perlindungan' Kerajaan Sunda Pajajaran. Islam dibawa ke sini oleh Syekh Mahdum (ulama dari Demak) dan Syekh Abdussomad (ulama dari Cirebon)," kata Ahmad Khoirul Fahmi, penulis buku riwayat ringkas para ulama di Banyumas.

Hal senada juga dinyatakan Mustolih, santri Pondok Pesantren Al Azhari, Karangcengis, Banyumas. Menurut dia pendiri pesantrennya KH Yusuf Azhari itu punya hubungan darah atau kaitan dengan ulama di Cirebon. "Selain itu, jaringan pemikiran kiai kami juga terhubung dengan berbagai pesantren di Jawa lainnya, seperti Pesantren Krapyak di Yogyakarta. Selain itu, Mbah Yusuf juga sempat cukup lama menuntut ilmu di Makkah,'' ujarnya.

Melihat fakta itu maka tampaklah bahwa ikatan jaringan ulama di selatan Jawa itu sudah berumur mendekati enam abad. Ini jelas waktu yang sangat lama.

Dan salah satu di antara ciri pesantren dan masjid tua adalah adanya tanaman pohon sawo kecik yang ada di setiap halaman pesantren. Hal itu bisa lihat di Masjid Ploso Kuning Yogyakarta yang dibangun oleh kakak Sultan Hamengkubuwono I. Masjid ini sempat menjadi tempat 'mengaji' Pangeran Diponegoro. (lihat ilustrasi adanya foto pohon sawo di Masjid Ploso Kuning Yogyakarta, Pesantren Abdul Kahfi Somalangu di Kebumen, dan Pesantren Leler di Banyumas,red)

Hal yang sama bisa juga terjadi di Pesantren Somalangu dan Leler. Di halaman masjid dan di samping masjid tertananam pepohonan sawo yang rimbun. Di Pesantren Somalangu pohon sawo kecik sempat ditebang karena terjadi perluasan dan pengerasan halaman masjid. Sementara itu di Pesantren Leler tampak pohon sawonya berdiri kokoh di depan masjid meski cabang dan daunnya dipangkas.

Sejarawan Ingris Peter Carey menyatakan tanaman pohon sawo yang ada di depan setiap masjid itu menjadi ciri atau isyarat bahwa tempat tersebut adalah merupakan salah satu titik jaringan penyebaran agama Islam. Di zaman perang Diponegoro tanda ini menjadi efektif sebagai isyarat simpul perlawanan dan suplai logistik serta perekrutan prajurit.

''Semua pesantren tua pasti di tanami pohon sawo. Itulah salah satu isyarat jaringan ulama,'' kata Peter Carey. Mengapa dipilih 'sawo kecik'? Jawabnya karena ini menjadi penanda bahwa semua Muslim harus bersikap 'sarwo becik' (serba bagus/mulia). Selain itu sebagai isyarat agar umat Muslim berperilaku yang manis seperti manisnya buah sawo itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement