REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbicara tentang kopi, apa yang terlintas dalam benak Anda? Anda mungkin berpikir tentang espresso ala Italia, cafe au lait yang kental citarasa Prancis-nya, atau double grande latte dengan taburan bubuk kayu manis seperti yang disajikan kedai kopi ternama asal Amerika Serikat. Atau malah menembatkannya sebagai simbol globalisasi; tak "gaul" kalau belum pernah ngopi-ngopi di warung kopi berkelas dunia.
Entah bagaimana awalnya, kopi seperti 'disabotase' sebagai produk Barat. Padahal, kopi hanya bisa dibudidayakan di wilayah dengan iklim tropis seperti Amerika Latin, sub-Sahara Afrika, Vietnam, dan Indonesia. Kopi juga baru dipopuler di Eropa pada kurang lebih abad ke-16 dan 17, baru kemudian di Amerika Serikat.
Kopi sejatinya adalah warisan dunia Islam bagi dunia. Sejarah kopi setidaknya bermula pada abad ke-9; dari Afrika Timur, kopi menyebar ke Mesir dan Yaman. Bukti kredibel awal muncul pada pertengahan abad ke-15, dimana di padepokan Sufi di Yaman, kopi biasa dipanggang dan diseduh, dalam cara yang mirip dengan bagaimana kopi kini disiapkan.
Pada abad ke-16, kopi sudah menyebar ke Timur Tengah, Persia, Turki, dan Afrika utara. Dari wilayah kekuasaan Muslim, kopi kemudian menyebar ke Italia, dan seluruh Eropa, ke Indonesia, baru kemudian ke benua Amerika.
Orang pertama yang diketahui menulis tentang kopi adalah seorang filsuf yang juga dokter dari Persia bernama Rhazes atau Al-Razi (850-922), yang memanfaatkannya sebagai obat. Dia menggambarkan minuman yang disebut bunchum yang dibuat dari buah bunna, bahasa Ethiopia untuk menyebut kopi.
Tulisan-tulisan awal lainnya menyebut Yaman, di bagian selatan Semenanjung Arab tepat di seberang Laut Merah dari Ethiopia, sebagai wilayah perkebunan kopi pertama pada awal abad ke-15. Semua tanaman kopi di wilayah ini dibawa dari Ethiopia.
Di Yaman, para sufi Muslim lah yang mengenalkan tradisi minum ini: menyulapnya menjadi minuman agar tetap terjaga saat berdoa sepanjang malam. Situs sejarah Islam Muslim Heritage menyebut, pertama kali tradisi memanggang dan menggiling kopi mungkin terjadi di sini.
Namun ada versi lain cerita penggunaan kopi di kalangan kaum sufi di Yaman. Dalam salah satu tulisannya, cendekiawan Muslim Fakhr al-Din Abu Bakr Ibn Abi Yazid Al-Makki menyebut kelompok sufi Shadhilya sebelumnya menggunakan daun Al-Gat, tanaman merangsang yang terkenal di jazirah Arab, untuk mencegah kantung. Entah karena apa, tiba-tiba daun ini sulit ditemukan.
Syekh al-Dhabhani (1470-1471), salah satu pemimpin sufi, kemudian memerintahkan para pengikutnya untuk menggunakan bunna, biji kopi dalam bahasa Ethiopia. Namun, banyak sejarawan menyebut hal ini tidak bisa dijadikan patokan bahwa kopi pertama dikenal di Yaman pada masa itu; tanaman ini mungkin telah ada, hanya sebelumnya tak termanfaatkan.
Bagaimanapun, banyak versi tentang sejarah kopi. Dalam Kitab Kahvaler dituliskan penemuan pertama kopi pertama kali adalah tahun 1258. Ceritanya mengacu pada seorang syekh bernama Omar yang menemukannya secara tidak sengaja. Ia tengah kelaparan, kemudian mengulum biji-biji kopi yang berwarna merah ranum. Beberapa catatan juga menunjukkan kopi sudah dikenal umat Islam jauh sebelum abad ke-15.