REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir 2016 silam, Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat (AS) melansir data terkait kasus kejahatan kebencian yang terjadi di sepanjang 2015. Secara keseluruhan, ada kenaikan enam persen tingkat kejahatan berdasarkan kebencian terhadap ras, etnis, dan agama tertentu pada 2015 dibandingkan 2014. Total ada 5.818 kasus kejahatan kebencian yang terjadi selama 2015. Angka ini meningkat enam persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Bentuk-bentuk kejahatan kebencian tersebut antara lain penyerangan, ancaman bom, ancaman, dan perusakan properti milik seseorang atau kelompok minoritas. Namun, dari data tersebut, angka yang paling meningkat adalah kasus kejahatan kebencian yang menimpa masyarakat Muslim di AS. Setidaknya ada 257 laporan kasus kejahatan kebencian terhadap Muslim, angka ini melonjak 64 persen dibandingkan 2014.
Angka ini juga menjadi angka tertinggi pascaserangan teroris 9/11 pada 2001 silam. Pada saat itu, FBI mencatat ada 480 serangan terhadap masyarakat Muslim AS. Serangan tersebut bervariasi, dari vandalisme dan pembakaran masjid hingga ancaman ataupun kekerasan verbal terhadap Muslim AS.
''Kami harus bisa melakukan langkah yang lebih baik untuk bisa melacak dan mendapatkan laporan tentang kasus kejahatan berdasarkan kebencian ini. Hal ini untuk mengerti sepenuhnya apa yang terjadi pada masyarakat dan berusaha menghentikan kasus-kasus tersebut,'' kata Direktur FBI James B Conway usai melansir data tersebut seperti dikutip New York Times, November 2016.
Peneliti di Universitas San Bernardino, Kalifornia, Brian Levin, memiliki penilaian tersendiri terkait meningkatnya serangan kejahatan kebencian terhadap Muslim AS tersebut. Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari retorika-retorika politik yang dikeluarkan kandidat presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump.