Selasa 07 Mar 2017 16:19 WIB

Islam di Negeri Seribu Syahid

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Aljazair
Aljazair

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aljazair dikenal dengan istilah negeri seribu syahid. Ini disebabkan, ribuan orang tewas saat berusaha mempertahankan agama dan identitas mereka pada masa penjajahan Prancis.

Pada 1246 H/1830 M, Prancis berhasil menduduki Aljazair. Prancis ingin menjadikan Aljazair sebagai titik tolak perluasan wilayahnya di Benua Afrika setelah gagal mempertahankan koloni-koloninya di India dan Benua Amerika.

Aljazair dijajah Prancis selama 132 tahun dan merdeka pada 1962 setelah perang yang menyakitkan. Salah satu tokoh yang terkenal menggaungkan perlawanan terhadap Prancis, yaitu Abdul Qadir al-Jaza'iri.

Pada saat menjajah Aljazair, rezim kolonial Prancis merusak kebudayaan tradisional Muslim Aljazair yang telah ada sejak kedatangan Islam di Afrika Utara.

Muslim Prancis tidak bisa mengadakan pertemuan publik, membawa senjata api, atau meninggalkan rumah atau desa mereka tanpa izin. Agar dapat menjalani aktivitas secara normal, warga Aljazair harus menjadi warga negara Prancis, dengan hak penuh dan harus meninggalkan ajaran Islam. Badan Amal Islam dianggap sebagai milik pemerintah dan disita.

Sebagian besar sekolah Alquran tradisional dianggap membahayakan dan ditutup Prancis. Mereka mengganti sekolah berbasis Islam menjadi sekolah Prancis dengan sistem pembelajaran berbahasa Prancis dan mengajarkan tentang kebudayaan Prancis.

Prancis juga berusaha menghapus bahasa Arab sebagai bahasa resmi yang digunakan masyarakat Berber. Seluruh warga Aljazair diperintahkan menggunakan bahasa Prancis dalam kehidupan sehari-hari.

Pada 1847, Prancis membuat peraturan code de i'indengenat. Peraturan ini menelan banyak korban dari umat Islam.  Hukuman ini diberlakukan karena pihak Prancis beranggapan masyarakat Muslim ini banyak yang tidak patuh dengan melakukan pengkhianatan terhadap Prancis.

Namun, kondisi berbalik 180 derajat ketika Aljazair berhasil meraih kemerdekaan. Ben Bellah, seorang sosialis didaulat sebagai presiden Aljazair pertama dan berkuasa selama 25 tahun.

Pascakemerdekaan, pemerintah Aljazair langsung menegaskan, kontrol negara atas kegiatan keagamaan untuk tujuan konsolidasi nasional dan kontrol politik.

Islam menjadi agama negara dalam konstitusi baru (Pasal 2), dan menjadi agama pemimpinnya. Negara memonopoli pembangunan masjid, dan Departemen Agama mengendalikan  5.000 masjid publik pada pertengahan 1980-an.

Para Imam dilatih, ditunjuk, dan dibayar oleh negara. Sedangkan, khutbah yang disampaikan harus mendapatkan persetujuan dari Departemen Agama. Kementerian juga memberikan pendidikan agama dan pelatihan di sekolah-sekolah, dan menciptakan lembaga khusus untuk belajar Islam.

Prinsip hukum Islam (syariah) diperkenalkan ke dalam hukum keluarga khususnya. Seperti pelarangan bagi Muslimah untuk menikah dengan non-Muslim. Namun, kebijakan yang diterapkan pemerintah ini tidak disetujui semua pihak. Pada awal 1964 gerakan Militan Islam, yang disebut al-Qiyam muncul dan menjadi pendahulu dari partai Islam pada 1990-an.

Al-Qiyam menyerukan peran Islam yang lebih dominan di dalam sistem hukum dan politik Aljazair dan menentang praktik Barat dalam kehidupan sosial dan budaya Aljazair.

Meskipun keberadaan Militan Islam sempat ditekan, keberadaan mereka muncul kembali pada 1970-an dengan nama dan organisasi baru. Gerakan ini mulai menyebar ke kampus-kampus pada 1980-an. Gerakan menjadi lebih kuat dan bentrokan berdarah terjadi di Universitas Ben Aknoun pada November 1982.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement