REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepakaran Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani (w 1316 H/ 1898 M), tokoh ulama Nusantara yang namanya melegenda sebagai guru ulama dunia di Makkah pada awal abad ke-19 ini, terabadikan dalam sejarah.
Sekalipun, sebagian karyanya hilang tak terdeteksi, namun menariknya jejak tokoh kelahiran Tanara, Banten itu sebagai guru dan rujukan mata rantai tranmisi keilmuan itu justru belakangan terungkap lewat karya-karya ulama asal negara lain.
Salah satunya adalah manuskrip kitab “Nats al-Ma’atsir fi Man Adraktu min al-Akabir” karangan Syekh Abu al-Faidh ‘Abd al-Sattar ibn ‘Abd al-Wahhab ad-Dahlawi (w 1355 H/ 1936 M), seorang ulama besar hadis Makkah asal Delhi, India, yang juga murid Syekh Nawawi.
Fakta tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk "Mahakarya Syekh Nawawi Al-Bantani seri 1", yang digelar Islam Nusantara Center (INC), sebuah lembaga pusat penelitian turats ulama Nusantara, di Kantor Islam Nusantara Center, Wisma Usaha UIN Jakarta Jl Ir Juanda No 95 Ciputat Timur Tangerang Selatan, akhir pekan lalu.
Menurut pakar turats ulama Nusantara, A Ginanjar Sya’ban, kitab yang tergolong langka ini merupakan “itsbat” (pengakuan) dan sanad keilmuan ad-Dahlawi yang menghimpun jalur transmisi intelektual ad-Dahlawi.
Tak hanya itu, kitab ini juga menghimpun jejaring guru-guru ad-Dahlawi yang merupakan ulama besar dua tanah suci, Makkah dan Madinah (Haramain) pada paruh kedua abad ke-19 M. “Sanad dan jalur ini jugalah yang ditapaki oleh Syekh Nawawi Banten," kata dia.
Ginanjar mengungkapkan, sejak lama dirinya mencari kitab “tsabat” dan “isnâd” yang ditulis Syekh Nawawi Banten, tapi belum juga menemukannya.
Dia berasumsi, Syekh Nawawi Banten menulis juga kitab “tsabat” dan sanad keilmuannya, namun karya tersebut kemungkinan besar hilang. Keberadaan kitab ini setidaknya memberikan titik terang yang menyingkap tabir tsabat dan sanad keilmuan Syekh Nawawi yang hilang itu.
Di Indonesia, tradisi ‘tsabat’ dan sanad ini dijaga dan dilestarikan kalangan pesantren tradisional terutama di komunitas Nahdlatul Ulama. "Sewaktu belajar di Pesantren Lirboyo (Jawa Timur) dulu, setiap kali khatam mengaji suatu kitab, sudah dipastikan saya mendapatkan sanad kitab tersebut." kata dosen Sekolah Tinggi Agama Islam NU (STAINU) Jakarta ini.
Lebih lanjut, Ginanjar menambahkan kemasyhuran Syekh Nawawi dari Banten ini dari pengakuan ulama-ulama Makkah dan Timur Tengah dalam karya-karya mereka. Misalnya potret Nawawi Banten dalam kitab al-A'lam karya az-Zirakli dan potret Nawawi Banten dalam catatan Snouck Hurgronje (1889).
Dalam kesempatan yang sama, Gus Milal Bizawie memberikan konteks sejarah Syekh Nawawi al-Bantani dan jejaring ulama Nusantara.
Penulis buku Masterpiece Islam Nusantara ini juga menjawab mengapa pengembangan Islam Nusantara meredub. "Ini terjadi karena ada pelemahan di Pesantren," katanya.
Kajian turats ulama Nusantara ini diadakan rutin setiap Sabtu pagi. Agenda rutin lain dari Islam Nusantara Center adalah Kajian Islam-kebangsaan dan bedah buku.