Selasa 21 Feb 2017 06:21 WIB

Menyoal Sumpah dalam Berniaga

Rep: Ferry Kinsihandi/ Red: Agung Sasongko
 Seorang penjual penjual pempek tengah melayani pembeli (ilustrasi).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sayyid Sabiq melalui bukunya Fiqih Sunnah mengatakan, diharamkan menjual barang cacat tanpa menjelaskan kepada pembelinya. Muslim itu bersaudara maka tak dihalalkan menjual kepada sesama Muslim barang cacat kecuali telah menjelaskannya. Demikian hadis yang diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Thabrani.

Ia menjelaskan, jika akad jual beli telah dilakukan dan pembeli mengetahui adanya cacat, akadnya sah dan tak ada hak memilih lagi. Sebab, pembeli rela dengan barang dan kondisi barang itu. Namun, jika pembeli belum tahu barang itu cacat dan baru mengetahuinya setelah akad, akad sah, tetapi tak diberlakukan.

Pembeli berhak memilih apakah mengembalikan barang dan mengambil kembali uang yang telah dibayarkan ke penjual. Bisa juga pembeli meminta ganti rugi berupa pengurangan harga sesuai dengan cacat pada barang itu, kecuali jika ia rela menerima kondisi cacat barang tersebut.

Sabiq pun mengulas tentang barang rusak. Di antaranya, bila kerusakan mencakup semua atau sebagian barang sebelum serah terima karena perbuatan pembeli, jual beli tidak batal. Pembeli diwajibkan membayar seluruh harga barang. Namun, bila pihak lain, yaitu bukan pembeli maupun penjual, pembeli boleh menerima atau membatalkan akad.

Jual beli, jelas dia, batal bila kerusakan barang sebelum terjadi serah terima akibat perbuatan penjual atau rusak dengan sendirinya atau karena bencana. Barang yang rusak setelah serah terima maka menjadi tanggung jawab pembeli. Dia wajib membayar semua harga barang seandainya tak ada alternatif lain dari penjual,” kata Sabiq.

Kalau ada alternatif pilihan dari penjual, pembeli mengganti harga barang atau mengganti barang dengan yang serupa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement