Sabtu 18 Feb 2017 18:00 WIB

Jasa Tarekat dan Kemerdekaan Mauritania

Kota Chinguetti, Mauritania
Foto: Amusing Planet
Kota Chinguetti, Mauritania

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan ribu tahun lalu, Mauritania merupakan wilayah yang subur dan menghijau. Suku Berber dan suku Moor hidup berdampingan di wilayah tersebut. Pada abad ke-3 dan 4, suku Berber terpaksa mengembara ke arah selatan guna menghindari perang di daerah utara, dan lama-kelamaan mereka membentuk sebuah koloni yang dikenal sebagai Sanhadja.

Mereka berdagang dari daerah utara ke selatan (Timbuktu, Mali). Emas, budak, dan gading mereka tukar dengan garam, tembaga, dan pakaian. Rute perdagangan ini pada akhirnya dijadikan rute penyebaran Islam di kawasan Afrika Barat, termasuk Mauritania. Para pedagang Muslim dan perajin setempat kemudian membentuk semacam persaudaraan melalui gerakan sufi (tarekat), yang memang memainkan peran penting dalam ekspansi awal Islam.

Keberadaan tarekat ini juga memainkan andil besar dalam melawan penjajahan Prancis. Dua kelompok tarekat yang berkembang luas dan memiliki banyak pengikut di Mauritania adalah Qadiriyah dan Tijaniyah. Selain kedua tarekat ini, juga berkembang beberapa kelompok tarekat lainnya, namun dengan jumlah pengikut yang sedikit. Seperti Tarekat Shadziliyah yang berpusat di Boumdeit di bagian Tagant dan Goudfiya.

Islam berkembang di Mauritania secara sempurna ketika Dinasti Almoravids (al-Murabitun) menguasai Mauritania pada abad ke-11, dan berhasil menaklukkan Sudanese Kingdom dari Ghana. Daerah kekuasaan Dinasti Almoravids akhirnya menyebar hingga ke seluruh kawasan Afrika Utara. Namun, pada akhirnya, Almoravids ditaklukan oleh Bani Hassaniyah pada abad ke-16, dalam peperangan yang terkenal dengan perang 30 tahun di Mauritania pada 1644 sampai dengan 1674.

Prancis masuk ke Mauritania pada abad ke-20, yaitu pada 1903, dan menjadikan Mauritania sebagai negara proktetorat Prancis dengan nama 'The Moorish Country', dan akhirnya dijadikan koloni Prancis pada 1920. Pada 1958, Mauritania diberi kewenangan untuk membentuk pemerintahan sendiri dan diikuti dengan kemerdekaan pada 28 November 1960.

Sejak awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1978, Republik Islam Mauritania dipimpin oleh presiden dari kalangan sipil. Namun, setelah kudeta oleh militer pada 1979, hingga kini rezim yang berkuasa di Mauritania sebagian besar berasal dari kalangan militer, kecuali Presiden Sidi Ould Cheikh Abdallahi. Kepemimpinan Sidi pun berakhir setelah ia dikudeta dan ditangkap oleh junta militer. Sidi memerintah dari 19 April 2007 sampai 6 Agustus 2008.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement