Selasa 27 Nov 2018 23:15 WIB

Mauritania, Ketika Islam Bersahabat dengan Budaya

Tarekat tasawuf berperan besar menyebarkan dakwah.

Warga Mauritania.
Foto: aswat.com
Warga Mauritania.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain Maladewa, Mauritania boleh dinobatkan sebagai negara dengan persentase penduduk beragama Islam tertinggi di dunia. Menurut data terakhir yang dirilis oleh CIA The World Factbook, 100 persen penduduk di negeri Afrika Barat itu adalah Muslim. Fakta ini menunjukkan, Islam sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Mauritania.

Berdasarkan catatan sejarah, Islam pertama kali masuk ke Mauritania pada abad ketujuh silam. Setelah periode risalah Nabi Muhammad SAW di Madinah, agama ini mulai diperkenalkan ke Afrika Utara oleh para pedagang Arab, kemudian menyebar ke kawasan barat dan tengah Benua Hitam melalui rute perdagangan trans-Sahara.

“Pada masa-masa selanjutnya, kelompok tarekat dan tasawuf juga memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Mauritania,” tulis Marloes Janson dalam Islam, Youth and Modernity in the Gambia: The Tablighi Jama'at.

Tarekat sufi pun terus berkembang hingga sekarang dan menjadi bagian tak terlepaskan dari Muslim Mauritania. Ada banyak kelompok tarekat yang berkembang di Mauritania. Dua di antaranya yang paling besar adalah aliran Qadiriyah dan Tijaniyah.

Di luar itu, ada kelompok-kelompok tarekat kecil seperti Shadiliyah yang berpusat di Boumdeit (daerah Tagant), dan aliran Goudfiya yang dapat dijumpai di daerah Adrar, Tagant, Hodh ech Chargui, dan Hodh el Gharbi.

“Perbedaan antara tarekat Qadiriyah dan Tijaniyah terutama dapat dilihat pada metode berzikir mereka. Namun, ajaran Islam yang mereka anut pada prinsipnya adalah sama,” tutur orientalis asal AS, James Kritzeck, dan William Hubert Lewis dalam buku Islam in Africa.

Multisuku 

Sekira 70 persen penduduk Mauritania berasal dari suku Haratin dan Berber. Dalam kamus antropolog Barat, keduanya masuk ke dalam kelompok etnis Moor. Sementara, sisanya yang 30 persen lagi terdiri dari suku-suku Afrika penutur bahasa non-Arab seperti Wolof, Bambara, Toucouleur, Fula, Serer, dan Soninke.

Selama berabad-abad, suku-suku tersebut hidup berdampingan di Mauritania. Islam berkembang di Mauritania secara sempurna pada abad ke-11, ketika Dinasti Almoravids (al-Murabitun) menguasai negeri itu. Wilayah kekuasaan Dinasti Almoravids akhirnya menyebar hingga ke seluruh kawasan Maghribi (Afrika Barat) hingga Andalus (Spanyol).

Pada awal abad ke-20, Prancis menancapkan kuku imperialismenya di Mauritania. Status negeri itu pun berubah menjadi jajahan Prancis dengan nama 'The Moorish Country' (negara suku Maure kuno).

Sejak memperoleh kemerdekaannya dari Prancis pada 1960, Mauritania mendeklarasikan diri menjadi republik Islam. Undang-Undang Dasar Mauritania 1991 juga menegaskan bahwa Islam adalah agama negara dan syariah merupakan sumber hukum di negeri itu. Hampir semua penduduk Mauritania adalah Muslim Sunni pengamal mazhab Maliki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement