Kamis 16 Feb 2017 17:00 WIB

Kajian Notariat di Peradaban Islam, Seperti Apa?

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agung Sasongko
Notaris/ilustrasi
Foto: snapnotary.com
Notaris/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kajian ilmu di dunia Islam mencakup beragam bidang. Tak hanya kajian ilmu pasti yang berkembang, tetapi juga humaniora yang terkait kajian filsafat, sejarah, hukum, ataupun sastra. Salah satu bidang yang kemudian muncul adalah notariat dan kenotarisan.

Bidang ini terkait dengan dokumen hukum atau pengesahan dokumen perjanjian, akta, dan dokumen lainya. Pada masa Islam, dokumen kenotarisan dibuat berdasarkan hukum atau fikih yang ditulis dalam rangkaian kata dan gaya bahasa indah.

Dengan demikian, bidang ini tak hanya terkait dengan hukum, tetapi juga adab atau sastra. Terdapat banyak istilah yang muncul merujuk pada bidang ini. Menurut Georga A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam, istilah itu menunjukkan berkembangnya bidang tersebut di dunia Islam.

Literatur Islam mengenal beberapa istilah Arab untuk menunjuk pada dokumen formal atau akta kenotarisan. Istilah dasarnya diturunkan dari kata-kata aqad, syarth, dan watsq. Sementara itu, dokumen formal disebut dengan watsa'iq, syuruth, dan uqud.

Sedangkan, notaris yang berwenang membuat akta tersebut kerap disebut sebagai muwatstsiq, watstsaq, shahib al-watsa'iq, atau aqid li al-syuruth. Istilah ini merujuk pada kegiatan, kedudukan, ataupun fungsi notaris.

Muncul pula istilah lain, yaitu khaththath al-watsa'iq atau penulis akta notaris dan  khidmah al-watsa'iq yang memiliki makna pelayanan kenotarisan. Di dunia Islam, seni notariat pada awalnya berkembang di Baghdad, Irak, pada abad ke-8.

Bidang ini dikembangkan oleh Abu Hanifah dan murid-muridnya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad Ibn Hasan al-Syaybani. Tidak hanya, sejumlah ahli hukum yang sezaman dengan mereka juga turut mengembangkannya. Al-Syaybani menulis soal akta notariat dalam karyanya Mabsuth dan Kitab al-Ashl.

Menurut Hajji Khalifah, seorang ilmuwan yang meninggal pada 1657 Masehi, karya pertama yang membahas hal ini ditulis oleh Hilal ibn Yahya al-Bashri yang lebih dikenal dengan nama Hilal al-Ray. Ia meninggal pada 895 Masehi.

Sedangkan, antologi mengenai akta-akta kenotarisan pertama yang masih ada terdapat pada karya milik Al-Thantawi, seorang cendekiawan Muslim yang meninggal pada 933 Masehi. Karya yang ditulisnya itu berjudul Al-Jami al-Kabir fi al-Syuruth dan Kitab al-Syuruth al-Shaghir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement