Rabu 08 Feb 2017 16:45 WIB

Dinasti Buwaihi, Pulihkan Ranah Keilmuan di Baghdad

Astronomi Islam.
Foto: Chemheritage.org
Astronomi Islam.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Adhud al-Daula memegang posisi puncak di Baghdad (978-983). Langkah pertama yang dilakukan, yakni membangun kembali ibu kota kekhalifahan Islam itu. Sebelumnya, kota 1001 malam ini baru melewati periode anarki akibat perebutan pengaruh dan kekuasaan.

Ia merenovasi masjid-masjid yang rusak, memperbaiki jalan, bangunan pemerintah, perumahan, dan memperindah taman-taman. Ia juga membangun lagi saluran air, jembatan, ataupun tanggul.

Kontribusi terpenting adalah mengembalikan ketenteraman dan keamanan di dalam kota. Masyarakat pun memulai kembali tata kehidupan seperti sedia kala, mereka mendatangi tempat ibadah, berniaga, dan berdiskusi ilmiah satu sama lain,” kata Joel Kraemer kemudian.

Sejarawan Muslim al-Miskawaih juga menggambarkan pulihnya kembali ranah keilmuan di Baghdad. Adhud al-Daulah memberikan hadiah kepada para hakim, asketis, ahli tafsir, ahli hadis, ahli genealogi, ahli tata bahasa, penyair, astronom, dokter, ahli matematika, astronom, dan banyak lagi.

Di istananya, Adhud al-Daulah membuat sebuah ruangan khusus bagi para filsuf dan ahli ilmu. Mereka secara rutin berkumpul di sana untuk berdiskusi, berdebat, dan membangun kegiatan intelektual. Ilmu-ilmu akhirnya bisa dihidupkan kembali setelah mengalami kematian sebelumnya,” papar al-Miskawaih.

Berkat dukungan sang penguasa, sambung dia, para pegiat ilmu dan seni yang sebelumnya terpisah-pisah, bisa berkumpul bersama lagi. Bidang astronomi, matematika, dan kedokteran, mengalami perkembangan pesat.

Pada masa ini, seperti disebutkan Suprayitno pada artikel berjudul Dinamika Keagamaan, Sosial, Politik, dan Intelektual Dinasti Buwaihi, astronom Syarif ibn al-Alam menciptakan tabel bintang yang digunakan hingga 300 tahun. Adhud al-Daula pun kerap berkonsultasi dengannya untuk melaksanakan program-programnya.

Abu al-Qasim Ubaid Allah menulis beberapa naskah astronomi dan astrologi.  Di bidang matematika terdapat nama Abu Nasr al-Kalwadzani yang menulis metode hitung sistem India. Pun di bidang medis hadir risalah kompilasi ensiklopedia kedokteran bertajuk Kitab al-Maliki karya Ali ibn al-Abbas al-Majusi.

Pembangunan rumah sakit besar al-Adudi menjadi prestasinya yang lain. Di sini, dokter Muslim terkemuka, al-Razi, pernah menjalankan praktik medisnya. Aktivitas pendidikan tak kalah maju.  Pemuda dibangkitkan supaya belajar dan yang lebih tua supaya mengajar,” ungkap al-Miskawaih. Untuk ini, Adhud al-Daulah memberikan beasiswa hingga 50 ribu dirham bagi mereka yang mampu menguasai tata bahasa yang disusun Abu Ali.

Ilmuwan Muslim terkemuka, Abu Sulaiman al-Sijistani, mengagumi dedikasi al-Daulah dalam memajukan ilmu dan seni. Pada risalahnya berjudul Shiwan al-Hikmah wa Tsalats Rasa'il, ia melukiskan al-Daulah sebagai sosok yang patut mendapat pujian dan doa.

Karena ia menghidupi mereka, meningkatkan usaha mereka, dan memberi kebebasan untuk menyatakan gagasan, ide, dan pendapat dalam berbagai hal,” kata al-Sijistani.

Pada usia 47 tahun, Adhud al-Daula mengembuskan napas terakhir. Putra-putranya meneruskan dukungannya pada aspek ilmu dan budaya. Abu al-Husain Ahmad al- Daulah menjadi penyair terkenal dari lingkungan istana. Sedangkan Syaraf al-Daulah mendalami astronomi.

(Baca: Dinasti Buwaihi, Pelindung Seni dan Budaya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement